Rabu, 24 Desember 2008

Napas Berbau Tanda Ada Penyakit

napas berbau tanda ada penyakitKenali Penyakitmu dari Bau Napas
Selain organ tubuh, bau napas juga bisa digunakan untuk mendeteksi penyakit. Cukup banyak penyakit yang bisa dikenali lewat bau napas. Makanya, Anda patut curiga jika aroma napas tidak sedap padahal tidak sedang mengonsumsi makanan atau meminum obat.

Misalnya, bila napas bau meski sudah gosok gigi dan tidak makan apa pun, itu bisa menjadi tanda Anda sedang mengidap penyakit diabetes. Sementara jika napas bau dengan gejala batuk atau hidung tersumbat, mungkin itu mengindikasikan infeksi paru atau tenggorokan.

Namun, kondisinya akan berbeda jika napas berbau amis. Itu merupakan kondisi langka yang menandakan tubuh tidak bisa mencerna makanan, seperti telur, ikan atau hati dengan baik. Sementara, bau napas seperti feses atau kotoran kemungkinan terjadinya penyumbatan usus.

Sedangkan napas bau amoniak kemungkinan menunjukkan ada masalah di ginjal. Tapi jika berbau manis ditambah mata kekuningan, itu menandakan ada masalah dengan liver. Adapun napas berbau acetone atau seperti bau cat kuku, mengindikasikan ada masalah dengan darah.

Sumber : kompas.com
Read More..

Selasa, 23 Desember 2008

Khasiat Si Pahit Brotowali

By Republika Newsroom
Senin, 13 Oktober 2008 pukul 10:52:00

JAKARTA-- Indonesia sangat kaya berbagai jenis tumbuhan, termasuk tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat. Pengobatan herbal pun tidak lagi didominasi negara timur. Semakin banyak bermunculan herbalis dari negara barat.

Salah satu tanaman yang dikenal sebagai obat adalah brotowali yang memiliki rasa pahit. Khasiat tanaman itu sudah lama dikenal masyarakat secara turun temurun.

Brotowali disebut Tinospora crispa (L.) Miers atau Tinospora rumphii atau Tinospora tuberculata termasuk ke dalam famili tumbuhan Menispermaceae. Tanaman itu juga dikenal dengan nama daerah Andawali, antawali, bratawali, putrawali atau daun gadel.

Tumbuhan tersebut kaya kandungan kimia, antara lain alkaloid, damar lunak, pati, glikosida pikroretosid, zat pahit pikroretin, harsa, berberin, palmatin, kolumbin (akar), kokulin (pikrotoksin).

Brotowali bersifat analgetik yaitu penghilang rasa sakit, antipiretik yaitu penurun panas, melancarkan meridian/ aliran chi. Dalam farmakologi Cina disebut tumbuhan ini memiliki sifat sejuk dengan rasa yang pahit.

Uji pra klinis Brotowali pada kultur sel HeLa (karsinoma serviks), menunjukkan efek sitotoksisitas dari ekstrak brotowali setara dengan efek dari doxorubicin. Diperkirakan tanaman itu mempunyai prospek yang baik sebagai antineoplastik.

Berdasarkan berbagai literatur yang mencatat pengalaman secara turun-temurun dari berbagai negara dan daerah, tanaman ini dapat menyembuhkan penyakit-penyakit sebagai berikut :

Rematik. Satu jari batang brotowali dicuci dan dipotong-potong seperlunya, direbus dengan 3 gelas air menjadi 1,5 gelas. Setelah dingin disaring, tambah madu secukupnya, minum. Sehari 3 kali setengah gelas.

Demam kuning. Satu jari batang brotowali dicuci dan potong-potong, direbus dengan 3 gelas air menjadi satu setengah gelas. Diminum dengan madu secukupnya. Sehari 2 kali setengah gelas.

Demam. Dua jari batang brotowali direbus dengan 2 gelas air sampai menjadi satu gelas. Setelah dingin diminum dengan madu secukupnya. Sehari 2 kali setengah gelas.

Kencing manis. Sepertiga genggam daun sambiloto, sepertiga genggam daun kumis kucing, 6 cm batang brotowali dicuci dan dipotong-potong, direbus dengan 3 gelas air sampai menjadi 2 gelas. Diminum setelah makan, sehari 2 kali satu gelas.

Kudis. Sebanyak tiga jari batang brotowali, belerang sebesar kemiri, dicuci dan ditumbuk halus, diremas dengan minyak kelapa seperlunya. Dipakai untuk melumas kulit yang terserang kudis. Sehari dua kali. Luka. Daun brotowali ditumbuk, Tempelkan, diganti 2 kali per hari. Cuci luka dengan air rebusan batang brotowali. Badan gatal-gatal. Mandi dengan air rebusan sejengkal batang brotowali. (cr1/ri)

Foto: Himayatul Husna
Sumber Republika Online (http://www.republika.co.id/berita/7289.html)
Read More..

Tanaman Obat Brotowali

(Tinospora crispa (L.) Miers.hen jin t)
Sinonim :
Tinospora rumphii, Boerl. T. tuberculata Beumee. Cocculus crispus, DC. Menispermum verrucosum. M.crispum, Linn. M.tuberculatum, Lamk.

Familia :
Menispermaceae

Uraian :
Tumbuhan liar di hutan, ladang atau ditanam dihalaman dekat pagar. Biasa ditanam sebagai tumbuhan obat. Menyukai tempat panas, termasuk perdu, memanjat, tinggi batang sampai 2,5 m. Batang sebesar jari kelingking, berbintil-bintil rapat rasanya pahit. Daun tunggal, bertangkai, berbentuk seperti jantung atau agak budar telur berujung lancip, panjang 7 - 12 cm, lebar 5 - 10 cm. Bunga kecil, warna hijau muda, berbentuk tandan semu. Diperbanyak dengan stek.

Nama Lokal :
Antawali, bratawali, putrawali, daun gadel (Jawa); Andawali (Sunda), Antawali (Bali); Shen jin teng (China).;

Penyakit Yang Dapat Diobati :
Reumatik, Demam, Nafsu makan, Kencing manis;

BAGIAN YANG DIPAKAI : Batang.

KEGUNAAN :
1. Rheumatic arthritis, rheumatik sendi pinggul (sciatica), memar.
2. Demam, merangsang nafsu makan, demam kuning.
3. Kencing manis.

PEMAKAIAN : 10 - 15 gr , rebus , minum.

PEMAKAIAN LUAR : Air rebusan batang brotowali dipakai untuk cuci koreng, kudis, luka-luka.

CARA PEMAKAIAN :
1. Rheumatik :
1 jari batang brotowali dicuci dan potong-potong seperlunya, direbus
dengan 3 gelas air sampai menjadi 1 1/2 gelas. Setelah dingin
disaring, ditambah madu secukupnya, minum. Sehari 3 x 1/2 gelas.

2. Demam kuning (icteric) :
1 jari batang brotowali dicuci dan potong-potong, direbus dengan 3
gelas air sampai menjadi 1 1/2 gelas. Diminum dengan madu
secukupnya. Sehari 2 x 3/4 gelas.

3. Demam :
2 jari batang brotowali direbus dengan 2 gelas air, sampai menjadi 1
gelas. Setelah dingin, diminum dengan madu secukupnya. Sehari 2x
1/2 gelas.

4. Kencing manis :
1/3 genggam daun sambiloto, 1/3 genggam daun kumis kucing, 3/4
jari ± 6 cm batang brotowali dicuci dan dipotong-potong, direbus
dengan 3 gelas air sampai menjadi 2 gelas. Diminum setelah makan,
sehari 2 X 1 gelas.

5. Kudis (scabies) :
3 jari batang brotowali, belerang sebesar kemiri, dicuci dan
ditumbuk halus, diremas dengan minyak kelapa seperlunya. Dipakai
untuk melumas kulit yang terserang kudis. Sehari 2 x.

6. Luka :
Daun brotowali ditumbuk halus, letakkan pada luka, diganti 2 x
perhari. Untuk mencuci luka, dipakai air rebusan batang brotowali.

Komposisi :
SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGIS : Pahit, sejuk. Menghilangkan sakit (Analgetik), penurun panas (antipiretik), melancarkan meridian. KANDUNGAN KIMIA : Alkaloid, damar lunak, pati, glikosida pikroretosid,zat pahit pikroretin, harsa, berberin dan palmatin. Akar mengandung alkaloid berberin dan kolumbin.
Read More..

Tinospora cordifolia

Tinospora cordifolia, also called Guduchi is an herbaceous vine of the family Menispermaceae indigenous to the tropical areas of India, Myanmar and Sri Lanka.

Synonyms: Guduchi , amrita (Sanskrit), giloe , gulancha (Bengali), giloya (Hindi), gado , galo (Gujarati), duyutige , teppatige (Telugu), heartleaf moonseed (English)

According to the 1911 British Pharmaceutical Codex, "Tinospora or Gulancha consists of the dried stem of Tinospora cordifolia, Miers (N.O. Menispermaceae), a climbing shrub indigenous to tropical India. The stems are collected in the hot season and dried. The drug occurs in straight or twisted cylindrical pieces and in slices, averaging about 2 centimetres in diameter, some pieces being much smaller. Externally, they are covered with a thin, papery, brown cork, bearing the raised scars of numerous lenticels. The cork readily exfoliates and discloses a greenish cortex longitudinally wrinkled and marked with lenticels. The fracture is fibrous and the transverse section exhibits a yellowish wood with radially arranged wedge-shaped wood bundles, containing large vessels, separated by narrower medullary rays. The odour is not characteristic, but the taste is bitter."[1]

Constituents
The active adaptogenic constituents are diterpene compounds including tinosporone, tinosporic acid, cordifolisides A to E, syringen, the yellow alkaloid, berberine, Giloin, crude Giloininand, a glucosidal bitter principle as well as polysaccharides, including arabinogalactan polysaccharide (TSP).

Ethnobotanical Uses
According to the 1918 United States Dispensatory edited by Joseph Remington, Horatio Wood et al.:

Tinospora. Br. Add. 1900.—"The dried stem of Tinospora cordifolia Miers (Fam. Menispermaceae), collected in the hot season." Br. Add., 1900. Tinospora has long been used in India as a medicine and in the preparation of a starch known as gilae-ka-sat or as palo. It is said to be a tonic, antiperiodic, and a diuretic. Flückiger obtained from it traces of an alkaloid and a bitter glucoside. The Br. Add., 1900, recognized an infusion (Infusum Tinosporae Br. Add., 1900, two ounces to the pint), dose one-half to one fluidounce (15-30 mils); a tincture (Tinctura Tinosporae Br. Add., 1900, four ounces to the pint), dose, one-half to one fluidrachm (1.8-3.75 mils); and a concentrated solution [Liquor Tinosporae Concentratus Br. Add., 1900), dose, one-half to one fluidrachm (1.8-3.75 mils). Tinospora crispa Miers (more), which is abundant in the Philippines, is used freely by the natives under the name of makabuhay (that is, "You may live"), as a panacea, especially valuable in general debility, in chronic rheumatism, and in malarial fevers. It may be prepared in the same way and given in the same doses as Tinospora cordifolia.[4]

Modern use in herbal medicine
Tinospora cordifolia is used in Ayurvedic herbal medicine as a hepatoprotectant, protecting the liver from damage that may occur following exposure to toxins. Recent research has demonstrated that a combination of T. cordifolia extract and turmeric extract is effective in preventing the hepatotoxicity which is otherwise produced as a side effect of conventional pharmaceutical treatments for tuberculosis using drugs such as isoniazid and rifampicin.[5]

References
^ Tinospora, I.C.A. Tinospora. Henriette's Herbal Homepage
^ Winston, David & Maimes, Steven. “Adaptogens: Herbs for Strength, Stamina, and Stress Relief,” Healing Arts Press, 2007.
^ [1]S.S. SINGH, S.C. PANDEY, S. SRIVASTAVA, V.S. GUPTA, B. PATRO, A.C. GHOSHCHEMISTRY AND MEDICINAL PROPERTIES OF TINOSPORA CORDIFOLIA (GUDUCHI)Indian Journal of Pharmacology 2003; 35: 83-91
^ Tinospora. Tinospora cordifolia. Henriette's Herbal Homepage
^ Adhvaryu MR, Reddy MN, Vakharia BC. Prevention of hepatotoxicity due to anti tuberculosis treatment: A novel integrative approach. World Journal of Gastroenterology 2008; 14(30): 4753-4762.


Retrieved from "http://en.wikipedia.org/wiki/Tinospora_cordifolia"
Read More..

Jumat, 19 Desember 2008

Ekstrak Sambiloto terbukti mampu meningkatkan pertahanan tubuh

Jumat, 07 Nopember 2003
Penelitian Mahasiswa UGM

Ekstrak Sambiloto (andrographis paniculata) terbukti mampu meningkatkan pertahanan tubuh terhadap infeksi staphylococcus aureus. Itu ditandai dengan meningkatnya neotrofil, limfosit, dan perbaikan jaringan paru-paru, hati, dan ginjal pada mencit (tikus kecil) yang menjadi percobaan. Sambiloto di Indonesia juga dikenal dengan nama sampiroto, sadilata, bidara, takila, daun ki ular, ki oray, ki peurat, atau pada masyarakat Melayu dikenal dengan pepaitan.

Lima mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta yang melakukan penelitian tersebut juga menemukan bahwa infeksi staphylococcus aureusdapat menyebabkan penurunan leokosit diikuti dengan neutropenia. Kelima mahasiswa itu adalah Sidna Artanto, Eko Prasetio, Anwar Bahri, Rini Nur H, dan Nura Maya Sari.

Penelusuran pustaka yang dilakukan sebelumnya menyebutkan, sambiloto merupakan salah satu spesies yang mempunyai khasiat medis> Di antara khasiat tanaman ini adalah sebagai obat anti radang, analgesik, anti bakteri, dan antipiretik. Kandungan androgpholide di dalamnya mampu meningkatkan fungsi sistem pertahanan tubuh seperti produksi sel darah putih yang menyerang bakteri dan benda asing lainnya, mampu memicu produksi interferon yang merupakan protein spesifik (sitokin) yang dibuat oleh sel sebagai respon adanya benda asing termasuk bakteri. Andrographolide selain tidak bersifat toksik pada manusia juga tidak mempunyai efek samping seperti agen kemoterapi konfensional yang lain.

Sambiloto juga dikenal sebagai salah satu tanaman obat tradisional sejak abad 18. Tanaman berdaun kecil dengan tinggi 40-100 cm ini mempunyai daftar panjang dalam menanggulangi berbagai penyakit. Dalam sebuah medical journal, tamanan ini dilaporkan mampu mengatasi penyempitan pembuluh darah akibat tingginya kadar kolesterol darah. Sambiloto dilaporkan pula mempunyai khasiat sebagai anti bakteri, anti radang, penghambat reaksi immunitas, penghilang nyeri, pereda demam, menghilangkan panas dalam, menghilangkan lembab, penawar racun, dan detumescent.

Dalam kaitan itulah, kelima mahasiswa ini melakukan kajian dengan acuan laboratoris mengenai pengaruh ekstrak sambiloto dalam menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus. Infeksi bakteri ini pada manusia dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinis. Risiko tertinggi bisa terjadi pada kasus neonatal dan pasien dengan terapi steroid atau antibiotik kepanjangan. Ibu yang baru melahirkan bila terserang bakteri ini akan mengalami debilitasi,

Infeksi pada kulit biasanya berbentuk impetigo (wudun), pada paru-paru berbentuk pneumionia, pada jantung berbentuk endokardiris dan jika pada ambing menyebabkan mastitis. Bahkan enteroksin dari staphylococcus aureus ini menyebabkan gejala gastroenteritis yang akut setelah menelan makanan dua sampai lima jam kemudian.

Penelitian ini menggunakan 20 mencit jantan yang dibagi menjadi lima kelompok. Tiap kelompok terdiri atas empat ekor mencit. Sampel yang digunakan adalah darah untuk pemeriksaan leukosit dan organ hati, paru dan ginjal untuk pemeriksaan histopatologi yang diambil dari seluruh populasi mencit.

Data yang digunakan meliputi gambaran leukosit yang diambil dengan interval waktu tujuh hari selama penelitian. Gambaran histopatologik organ hati, paru dan ginjal yang diperoleh setelah eutanasi, nekropsi dan seksi organ hewan percobaan pada akhir penelitian.

Sambiloto diperoleh dari Pusat Peneolitian Tanaman Obat Tradisional (PPOT) UGM yang dibuat dalam sediaan ekstrak. Bahan lainnya adalah biak murni staphylococcus aureus strain, plat agar darah (PAD), media broth heart infusion (BHI), ethylene diamine tetra acid (EDTA), larutan turk, larutan giemsa, phospat buffer saline (PBS) steril, dan metanol.

Dalam analisa data, jumlah total leukosit dan diferensial leukosit diolah secara statistik dengan menggunakan metode split-plot. Data yang menunjukkan signifikan dilanjutkan dengan uji HSD Tukey's untuk mengetahui variabel-variabel dari ketiga kelompok menunjukkan perbedaan yang signifikan. Gambaran histopatologik organ hati, paru dan ginjal dianalisa secara deskriptif dengan cara membandingkan kelompok perlakuan dengan kontrol.

Dari serangkaian penelitian itu disimpulkan, infeksi bakteri staphylococcus aureus menyebabkan keradangan pada paru-paru, hati, dan ginjal mencit percobaan. Infeksi ini dapat menyebabkan penurunan leukosit diikuti dengan neutropenia. Pemberian ekstrak sambiloto pada mencit percobaan diketahui dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi staphylococcus aureus. bur( )

Sumber :
http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=1&id=145117&kat_id=105&kat_id1=151&kat_id2=192
http://sehatherbal.blogspot.com/2007/05/ekstrak-sambiloto-tingkatkan-stamina.html
Read More..

Sambiloto Tanaman Obat Diabetes

(Andrographis paniculata Ness.)
Sinonim :
= Andrographis paniculata, Ness. = Justicia stricta, Lamk. = J.paniculata, Burm. = J.latebrosa, Russ.

Familia :
Acanthaceae

I. Uraian Tumbuhan Obat. Sambiloto tumbuh liar di tempat terbuka, seperti di kebun, tepi sungai, tanah kosong yang agak lernbap, atau di pekarangan. Tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 700 m dpl. Terna semusim, tinggi 50 - 90 cm, batang disertai banyak cabang berbentuk segi empat (kwadrangularis) dengan nodus yang membesar. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan bersilang, bentuk lanset, pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan atas hijau tua, bagian bawah hijau muda, panjang 2 - 8 cm, lebar 1 - 3 cm. Perbungaan rasemosa yang bercabang membentuk malai, keluar dari. ujung batang atau ketiak daun. Bunga berbibir berbentuk tabung;kecil- kecil, warnanya putih bernoda ungu. Buah kapsul berbentuk jorong, panj ang sekitar 1,5 cm, lebar 0,5 cm, pangkal dan ujung tajam, bila masak akan pecah mernbujur menjadi 4 keping-Biji gepeng, kecil-kecil, warnanya cokelat muda. Perbanyakan dengan biji atau setek batang. II. Syarat Tumbuh a. Iklim · Ketinggian tempat : 1 m - 700 m di atas permukaan laut · Curah hujan tahunan : 2.000 mm - 3.000 mm/tahun · Bulan basah (di atas 100 mm/bulan): 5 bulan - 7 bulan · Bulan kering (di bawah 60 mm/bulan): 4 bulan - 7 bulan · Suhu udara : 250 C - 320 C · Kelembapan : sedang · Penyinaran : sedang b. Tanah · Tekstur : berpasir · Drainase : baik · Kedalaman air tanah : 200 cm - 300 cm dari permukaan tanah · Kedalaman perakaran : di atas 25 cm dari permukaan tanah · Kemasaman (pH) : 5,5 - 6,5 · Kesuburan : sedang - tinggi 2. Pedoman Bertanam a. Pegolahan Tanah · Buatkan lubang tanam berukuran 25 cm x 25 cm x 25 cm b. Persiapan bibit · Biji disemaikan dalam kantong plastik. c. Penanaman · Bibit ditanam pada lubang tanam yang telah disediakan dengan jarak tanam 1,5 m x 1,5 m

Nama Lokal :
Ki oray, ki peurat, takilo (Sunda). bidara, sadilata, sambilata,; takila (Jawa). pepaitan (Sumatra).; Chuan xin lian, yi jian xi, lan he lian (China), xuyen tam lien,; cong cong (Vietnam). kirata, mahatitka (India/Pakistan).; Creat, green chiretta, halviva, kariyat (Inggris).;

Penyakit Yang Dapat Diobati :
Hepatitis, infeksi saluran empedu, disentri basiler, tifoid, diare, ; Influenza, radang amandel (tonsilitis), abses paru, malaria, ; Radang paru (pneumonia), radang saluran napas (bronkhitis),; Radang ginjal akut (pielonefritis), radang telinga tengah (OMA), ; Radang usus buntu, sakit gigi, demam, kencing nanah (gonore),; Kencing manis (diabetes melitus), TB paru, skrofuloderma,; Batuk rejan (pertusis), sesak napas (asma), leptospirosis,; Darah tinggi (hipertensi), kusta (morbus hansen=lepra),; Keracunan jamur, singkong, tempe bongkrek, makanan laut,; Kanker:penyakit trofoblas, kehamilan anggur (mola hidatidosa),; Trofoblas ganas (tumor trofoblas), tumor paru.;

BAGIAN YANG DIGUNAKAN :
Herba. Dipanen sewaktu tumbuhan ini mulai berbunga. Setelah dicuci, dipotong-potong seperlunya lalu dikeringkan.

INDIKASI :
Tanaman obat sambiloto ini berkhasiat untuk mengatasi:
- hepatitis, infeksi saluran empedu,
- disentri basiler, tifoid, diare, influenza, radang amandel (tonsilitis),
abses paru, radang paru (pneumonia), radang saluran napas
(bronkhitis), radang ginjal akut (pielonefritis akut), radang telinga
tengah (OMA), radang usus buntu, sakit gigi,
- demam, malaria,
- kencing nanah (gonore),
- kencing manis (DM),
- TB paru, skrofuloderma, batuk rej an (pertusis), sesak napas (asma),
- darah tinggi (hipertensi),
- kusta (morbus hansen = lepra),
- leptospirosis,
- keracunan jamur, singkong, tempe bongkrek, makanan laut,
- kanker: penyakit trofoblas seperti kehamilan anggur (mola hidatidosa)
dan penyakit trofoblas ganas (tumor trofoblas), serta tumor paru.

CARA PEMAKAIAN :
Herba kering sebanyak 10 - 20 g direbus atau herba kering digiling halus menjadi bubuk lalu diseduh, minum atau 3 - 4 kali sehari, 4 - 6 tablet. Untuk pengobatan kanker, digunakan cairan infus, injeksi, atau tablet. Untuk pemakaian luar, herba segar direbus lalu airnya digunakan untuk cuci atau digiling halus dan dibubuhkan ke tempat yang sakit, seperti digigit ular berbisa, gatal-gatal, atau bisul.

CONTOH PEMAKAIAN :
1. Tifoid
Daun sambiloto segar sebanyak 10 - 15 lembar direbus dengan 2
gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, tambahkan
madu secukupnya lalu diminum sekaligus. Lakukan 3 kali sehari.

2. Disentri basiler, diare, radang saluran napas, radang paru
Herba kering sebanyak 9 - 15 g direbus dengan 3 gelas air sampai
tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring. Air rebusannya diminum
sehari 2 kali, masing-masing 1/2 gelas.

3. Disentri
Herba krokot segar (Portulaca oleracea) sebanyak 500 g diuapkan
selama 3 - 4 menit, lalu ditumbuk dan diperas. Air perasan yang
terkumpul ditambahkan bubuk kering sambiloto sebanyak 10 g
sambil diaduk. Campuran tersebut lalu diminum, sehari 3 kali
masing-masing 1/3 bagian.

4. Influenza, sakit kepala, demam
Bubuk kering sambiloto sebanyak 1 g diseduh dengan cangkir air
panas. Setelah dingin diminum sekaligus, Lakukan 3 - 4 kali sehari.

5. Demam
Daun sambiloto segar sebanyak 1 genggam ditumbuk. Tambahkan
1/2 cangkir air bersih, saring lalu minum sekaligus. Daun segar yang
digiling halus juga bisa digunakan sebagai tapal badan yang panas.

6. TB paru
Daun sambiloto kering digiling menjadi bubuk. Tambahkan madu
secukupnya sambil diaduk rata lalu dibuat pil dengan diameter 0,5
cm. Pil ini Ialu diminum dengan air matang. Sehari 2 - 3 kali, setiap
kali minum 15 - 30 pil.

7. Batuk rejan (pertusis), darah tinggi
Daun sambiloto segar sebanyak 5 - 7 lembar diseduh dengan 1/2
cangkir air panas. Tambahkan madu secukupnya sambil diaduk.
Setelah dingin minum sekaligus. Lakukan sehari 3 kali.

8. Radang paru, radang mulut, tonsilitis
Bubuk kering herba sambiloto sebanyak 3 - 4,5 g diseduh dengan
air panas. Setelah dingin tambahkan madu secukupnya lalu diminum
sekaligus.

9. Faringitis
Herba sambiloto segar sebanyak 9 g dicuci lalu dibilas dengan air
matang. Bahan tersebut lalu dikunyah dan aimya ditelan.

10. Hidung berlendir (rinorea), infeksi telinga tengah (OMA), sakit gigi
Herba sambiloto segar sebanyak 9 - 15 g direbus dengan 3 gelas air
sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, lalu diminum 2 kali
sehari @ 1/2 gelas. Untuk OMA, herba segar dicuci lalu digiling
halus dan diperas. Airnya digunakan untuk tetes telinga.

11. Kencing manis
Daun sambiloto segar sebanyak 1/2 genggam dicuci lalu direbus
dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 2 1/4 gelas. Setelah dingin
disaring, lalu diminum sehabis makan, 3 kali sehari @ 3/4 gelas.

12. Kencing nanah
Sebanyak 3 tangkai sambilo

Komposisi :
SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGIS : : Herba ini rasanya pahit, dingin, masuk meridian paru, lambung, usus besar dan usus kecil. KANDUNGAN KIMIA : Daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit), neoandrografolid, 14-deoksi-11-12-didehidroandrografolid, dan homoandrografolid. Juga terdapat flavonoid, alkane, keton, aldehid, mineral (kalium, kalsium, natrium), asam kersik, dan damar. Flavotioid diisolasi terbanyak dari akar, yaitu polimetoksiflavon, andrografin, pan.ikulin, mono-0- metilwithin, dan apigenin-7,4- dimetileter. Zat aktif andrografolid terbukti berkhasiat sebagai hepatoprotektbr (melindungi sel hati dari zat toksik). Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian : 1. Herba ini berkhasiat bakteriostatik pada Staphylococcus aurcus, Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Shigella dysenteriae, dan Escherichia coli. 2. Herba ini sangat efektif untuk pengobatan infeksi. In vitro, air rebusannya merangsang daya fagositosis sel darah putih. 3. Andrografolid menurunkan demam yang ditimbulkan oleh pemberian vaksin yang menyebabkan panas pada kelinci. 4. Andrografolid dapat mengakhiri kehamilan dan menghambat pertumbuhan trofosit plasenta. 5. Dari segi farmakologi, sambiloto mempunyai efek muskarinik pada pembuluh darah, efek pada jantung iskeniik, efek pada respirasi sel, sifat kholeretik, antiinflamasi, dan antibakteri. 6. Komponen aktifnya seperti ncoandrografolid, andrografolid, deoksiandrografolid dan 14-deoksi-11, 12-didehidroandrografolid berkhasiat antiradang dan antipiretik. 7. Pemberian rebusan daun sambiloto 40% bly sebanyak 20 milkg bb dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus putih (W. Sugiyarto, Fak. Farmasi UGM, 1978). 8. Infus daun sarnbiloto 5%, 10% dan 15%, semuanya dapat menurunkan suhu tubuh marmut yarrg dibuat demam (Hasir, jurusan Farmasi, FMIPA UNHAS, 1988). 9. Infus herba sambiloto mempunyai daya antijamur terhadap Microsporum canis, Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton rubrum, Candida albicans, dan Epidermophyton floccosum (Jan Susilo*, Endang Hanani **, A. Soemiati** dan Lily Hamzah**, Bagian Parasitologi FK UI* dan Jurusan Farmasi FMIPAUI**, Warta Perhipba No.Flll, Jan-Maret 1995). 10. Fraksi etanol herba sambiloto mempunyai efek antihistaminergik. Peningkatan konsentrasi akan meningkatkan hambatan kontraksi ileum marmot terisolasi yang diinduksi dengan histamin dihidroksiklorida (Yufri Aidi, N.C. Sugiarso, Andreanus, AA.S., Anna Setiadi Ranti, Jurusan Farmasi FMIPA, ITB, Warta Tumbuhan Obat Indonesia vol. 3 No. 1, 1996).

Sumber : Sentra Informasi IptekNet
Read More..

Kamis, 18 Desember 2008

SAMBILOTO TANAMAN ANTI RADANG, ANTI BAKTERI, ANTI PIRETIK, ANALGESIK

Jumat, 07 Nopember 2003
Penelitian Mahasiswa UGM

Ekstrak Sambiloto (andrographis paniculata) terbukti mampu meningkatkan pertahanan tubuh terhadap infeksi staphylococcus aureus. Itu ditandai dengan meningkatnya neotrofil, limfosit, dan perbaikan jaringan paru-paru, hati, dan ginjal pada mencit (tikus kecil) yang menjadi percobaan. Sambiloto di Indonesia juga dikenal dengan nama sampiroto, sadilata, bidara, takila, daun ki ular, ki oray, ki peurat, atau pada masyarakat Melayu dikenal dengan pepaitan.

Lima mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta yang melakukan penelitian tersebut juga menemukan bahwa infeksi staphylococcus aureusdapat menyebabkan penurunan leokosit diikuti dengan neutropenia. Kelima mahasiswa itu adalah Sidna Artanto, Eko Prasetio, Anwar Bahri, Rini Nur H, dan Nura Maya Sari.

Penelusuran pustaka yang dilakukan sebelumnya menyebutkan, sambiloto merupakan salah satu spesies yang mempunyai khasiat medis> Di antara khasiat tanaman ini adalah sebagai obat anti radang, analgesik, anti bakteri, dan antipiretik. Kandungan androgpholide di dalamnya mampu meningkatkan fungsi sistem pertahanan tubuh seperti produksi sel darah putih yang menyerang bakteri dan benda asing lainnya, mampu memicu produksi interferon yang merupakan protein spesifik (sitokin) yang dibuat oleh sel sebagai respon adanya benda asing termasuk bakteri. Andrographolide selain tidak bersifat toksik pada manusia juga tidak mempunyai efek samping seperti agen kemoterapi konfensional yang lain.

Sambiloto juga dikenal sebagai salah satu tanaman obat tradisional sejak abad 18. Tanaman berdaun kecil dengan tinggi 40-100 cm ini mempunyai daftar panjang dalam menanggulangi berbagai penyakit. Dalam sebuah medical journal, tamanan ini dilaporkan mampu mengatasi penyempitan pembuluh darah akibat tingginya kadar kolesterol darah. Sambiloto dilaporkan pula mempunyai khasiat sebagai anti bakteri, anti radang, penghambat reaksi immunitas, penghilang nyeri, pereda demam, menghilangkan panas dalam, menghilangkan lembab, penawar racun, dan detumescent.

Dalam kaitan itulah, kelima mahasiswa ini melakukan kajian dengan acuan laboratoris mengenai pengaruh ekstrak sambiloto dalam menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus. Infeksi bakteri ini pada manusia dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinis. Risiko tertinggi bisa terjadi pada kasus neonatal dan pasien dengan terapi steroid atau antibiotik kepanjangan. Ibu yang baru melahirkan bila terserang bakteri ini akan mengalami debilitasi,

Infeksi pada kulit biasanya berbentuk impetigo (wudun), pada paru-paru berbentuk pneumionia, pada jantung berbentuk endokardiris dan jika pada ambing menyebabkan mastitis. Bahkan enteroksin dari staphylococcus aureus ini menyebabkan gejala gastroenteritis yang akut setelah menelan makanan dua sampai lima jam kemudian.

Penelitian ini menggunakan 20 mencit jantan yang dibagi menjadi lima kelompok. Tiap kelompok terdiri atas empat ekor mencit. Sampel yang digunakan adalah darah untuk pemeriksaan leukosit dan organ hati, paru dan ginjal untuk pemeriksaan histopatologi yang diambil dari seluruh populasi mencit.

Data yang digunakan meliputi gambaran leukosit yang diambil dengan interval waktu tujuh hari selama penelitian. Gambaran histopatologik organ hati, paru dan ginjal yang diperoleh setelah eutanasi, nekropsi dan seksi organ hewan percobaan pada akhir penelitian.

Sambiloto diperoleh dari Pusat Peneolitian Tanaman Obat Tradisional (PPOT) UGM yang dibuat dalam sediaan ekstrak. Bahan lainnya adalah biak murni staphylococcus aureus strain, plat agar darah (PAD), media broth heart infusion (BHI), ethylene diamine tetra acid (EDTA), larutan turk, larutan giemsa, phospat buffer saline (PBS) steril, dan metanol.

Dalam analisa data, jumlah total leukosit dan diferensial leukosit diolah secara statistik dengan menggunakan metode split-plot. Data yang menunjukkan signifikan dilanjutkan dengan uji HSD Tukey's untuk mengetahui variabel-variabel dari ketiga kelompok menunjukkan perbedaan yang signifikan. Gambaran histopatologik organ hati, paru dan ginjal dianalisa secara deskriptif dengan cara membandingkan kelompok perlakuan dengan kontrol.

Dari serangkaian penelitian itu disimpulkan, infeksi bakteri staphylococcus aureus menyebabkan keradangan pada paru-paru, hati, dan ginjal mencit percobaan. Infeksi ini dapat menyebabkan penurunan leukosit diikuti dengan neutropenia. Pemberian ekstrak sambiloto pada mencit percobaan diketahui dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi staphylococcus aureus. bur( )

Sumber :
http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=1&id=145117&kat_id=105&kat_id1=151&kat_id2=192
http://sehatherbal.blogspot.com/2007/05/ekstrak-sambiloto-tingkatkan-stamina.html
Read More..

Andrographis paniculata

Scientific classification
Kingdom: Plantae
(unranked): Angiosperms
(unranked): Eudicots
(unranked): Asterids
Order: Lamiales
Family: Acanthaceae
Genus: Andrographis
Species: A. paniculata
Binomial name
Andrographis paniculata
(Burm.f.) Wall. ex Nees[1]

Andrographis paniculata is a herbaceous plant in the family Acanthaceae, native to India and Sri Lanka.

It is widely cultivated in southern Asia, where it is used to treat infections and some diseases, often being used before antibiotics were created. Mostly the leaves and roots were used for medicinal purposes.

Scientists have studied this herb for nearly thirty years.

Andrographis paniculata, the Kalmegh of Ayurveda is an erect annual herb extremely bitter in taste in each and every part of the plant body. The plant is known in north-eastern India as ‘Maha-tita’, literally ‘king of bitters’ and known by various vernacular names (Table below). It is also known as ‘Bhui-neem’, since the plant, though much smaller in size, shows similar appearance and has bitter taste as that of Neem (Azadirachta indica). In Malaysia, it is known as 'Hempedu Bumi' literally means 'bile of earth' since it is one of the most bitter plant that are used in traditional medicine. In Tamil it is called as 'Sirunangai' or 'Siriyanangai'. The genus Andrographis consists of 28 species of small annual shrubs essentially distributed in tropical Asia. Only a few species are medicinal, of which A. paniculata is the most popular.

List of vernacular names of A. paniculata Nees
Language = (Common name)
Assamese = Chiorta
Arabic = Quasabhuva
Marathi = Oli-kiryata
Bengali = Kalmegh
Oriya = Bhuinimba
Chinese = Chuan Xin Lian 穿心連
English = The Creat
Persian = Naine-havandi
Gujarati = Kariyatu
Sanskrit = Kalmegha, Bhunimba
Hindi = Kirayat
Tamil = Nilavembu
Kannada = Nelaberu
Telugu = Nilavembu
Malayalam = Nelavepu, Kiriyattu
Indonesian = Sambiloto
Thais = Fa-Talai-Jorn

Description
It grows erect to a height of 30-110 cm in moist shady places with glabrous leaves and white flowers with rose-purple spots on the petals. Stem dark green, 0.3 - 1.0 m in height, 2 - 6 mm in diameter, quadrangular with longitudinal furrows and wings on the angles of the younger parts, slightly enlarged at the nodes; leaves glabrous, up to 8.0 cm long and 2.5 cm broad, lanceolate, pinnate; flowers small, in lax spreading axillary and terminal racemes or panicles; capsules linear-oblong, acute at both ends, 1.9 cm x 0.3 cm; seeds numerous, sub quadrate, yellowish brown.

Distribution
A. paniculata is distributed in tropical Asian countries often in isolated patches. It can be found in a variety of habitats i.e. plains, hill slopes, waste lands, farms, dry or wet lands, sea shore and even road sides. Native populations of A. paniculata are spread throughout south India and Sri Lanka which perhaps represent the centre of origin and diversity of the species. The herb is also available in northern stations of India, Java, Malaysia, Indonesia, West Indies and elsewhere in Americas where it is probably introduced. The species is also available in Hong Kong, Penang, Malacca, Pangkor Island (south of Penang), Malaya, Thailand, West Java, Borneo, Celebes, Brunei, West Indies, Jamaica, Barbados, Bahamas etc. However, precise data are lacking on the introduction and naturalization of the species in these countries. This plant is currently cultivated in the south-west geopolitical zone of Nigeria,west Africa

Unlike other species of the genus, A. paniculata is of common occurrence in most of the places in India, including the plains and hilly areas up to 500 m, which accounts for its wide use. Since time immemorial, village and ethnic communities in India have been using this herb for treating a variety of ailments.

Cultivation
It does best in a sunny location. The seeds are sown during May-June. The seedlings are transplanted at a distance of 60 cm x 30 cm.

Medicinal use
Since ancient times, A. paniculata is used in traditional Siddha and Ayurvedic systems of medicine as well as in tribal medicine in India and some other countries for multiple clinical applications. The therapeutic value of Kalmegh is due to its mechanism of action which is perhaps by enzyme induction. The plant extract exhibits antityphoid and antifungal activities. Kalmegh is also reported to possess antihepatotoxic, antibiotic, antimalarial, antihepatitic, antithrombogenic, antiinflammatory, antisnakevenom, and antipyretic properties to mention a few, besides its general use as an immunostimulant agent. A recent study conducted at Bastyr University, confirms anti-HIV activity of andrographolide.

Andrographolide, chief constituent extracted from the leaves of the plant, is a bitter water-soluble lactone exhibiting protective effects in carbon tetrachloride induced hepatopatoxicity in rats. Its LD50 in male mice was 11.46gm/kg, ip. This bitter principle was isolated in pure form by Gorter (1911). Andrographolide is also attributed with such other activities like liver protection under various experimental conditions of treatment with galactosamine, paracetamol etc. The hepatoprotective action of andrographolide is related to activity of certain metabolic enzymes.

Andrographis paniculata plant extract is known to possess a variety of pharmacological activities. Andrographolide, the major constituent of the extract is implicated towards its pharmacological activity. A study has been conducted on the cellular processes and targets modulated by andrographolide treatment in human cancer and immune cells. Andrographolide treatment inhibited the in vitro proliferation of different tumor cell lines, representing various types of cancers. The compound exerts direct anticancer activity on cancer cells by cell cycle arrest at G0/G1 phase through induction of cell cycle inhibitory protein p27 and decreased expression of cyclin dependent kinase 4 (CDK4). Immunostimulatory activity of andrographolide is evidenced by increased proliferation of lymphocytes and production of interleukin 2. Andrographolide also enhanced the tumor necrosis factor α production and CD marker expression, resulting in increased cytotoxic activity of lymphocytes against cancer cells, which may contribute for its indirect anticancer activity. The in vivo anticancer activity of the compound is further substantiated against B16F0 melanoma syngenic and HT 29 xenograft models. These results suggest that andrographolide is an interesting pharmacophore with anticancer and immunomodulatory activities and hence has the potential for being developed as a cancer therapeutic agent.

The herb is the well-known drug Kalmegh 'green chiretta', and forms the principal ingredient of a reputed household medicine ('alui'), used as a bitter tonic and febrifuge.

Phytochemistry
Andrographolide is the major constituent extracted from the leaves of the plant which is a bicyclic diterpenoid lactone. This bitter principle was isolated in pure form by Gorter (1911). Andrographolide is also attributed with such other activities like liver protection under various experimental conditions of treatment with galactosamine (Saraswat et al, 1995), paracetamol (Visen et al, 1993) etc. The hepatoprotective action of andrographolide is related to activity of certain metabolic enzymes (Choudhury and Poddar, 1984, 1985; Choudhury et al, 1987). Systematic studies on chemistry of A. paniculata had been carried out by various researchers during various times.

Some known constituents are:
"14-Deoxy-11-dehydroandrographolide, Plant
14-Deoxy-11-oxoandrographolide, Plant
5-Hydroxy-7,8,2',3'-Tetramethoxyflavone, Plant
5-Hydroxy-7,8,2'-Trimethoxyflavone, Tissue Culture
Andrographine, Root
Andrographolide, Plant
Neoandrographolide, Plant
Panicoline, Root
Paniculide-A, Plant
Paniculide-B, Plant
Paniculide-C, Plant"[2]

From Wikipedia, the free encyclopedia
Read More..

Minggu, 14 Desember 2008

Pare

(Momordica charantia L.)
Sinonim :
= M.balsamina, Blanco. = M.balsamina, Descourt. = M.cylindrica, Blanco. = M.jagorana C.Koch. = M.operculata, Vell. = Cucumis africanus, Lindl.

Familia :
Cucurbitaceae

Uraian :
Pare banyak terdapat di daerah tropika, tumbuh baik di dataran rendah dan dapat ditemukan tumbuh liar di tanah terlantar, tegalan, dibudidayakan atau ditanam di pekarangan dengan dirambatkan di pagar, untuk diambil buahnya. Tanaman ini tidak memerlukan banyak sinar matahari, sehingga dapat tumbuh subur di tempat-tempat yang agak terlindung. Tanaman setahun, merambat atau memanjat dengan alat pembelit atau sulur berbentuk spiral, banyak bercabang, berbau tidak enak. Batang berusuk lima, panjang 2-5 m, yang muda berambut rapat. Daun tunggal, bertangkai yang panjangnya 1,5-5,3 cm, letak berseling, bentuknya bulat panjang, dengan panjang 3,5-8,5 cm, lebar 4 cm, berbagi menjari 5-7, pangkal berbentuk jantung, warnanya hijau tua. Taju bergigi kasar sampai berlekuk menyirip. Bunga tunggal, berkelamin dua dalam satu pohon, bertangkai panjang, berwarna kuning. Buah bulat memanjang, dengan 8-10 rusuk memanjang, berbintil-bintil tidak beraturan, panjangnya 8-30 cm, rasanya pahit. Warna buah hijau, bila masak menjadi oranye yang pecah dengan 3 katup. Biji banyak, coklat kekuningan, bentuknya pipih memanjang, keras. Ada 3 jenis tanaman pare, yaitu pare gajih, pare kodok dan pare hutan. Pare gajih berdaging tebal, warnanya hijau muda atau keputihan, bentuknya besar dan panjang dan rasanya tidak begitu pahit. Pare kodok buahnya bulat pendek, rasanya pahit. Pare hutan adalah pare yang tumbuh liar, buahnya kecil-kecil dan rasanya pahit. Untuk memperoleh buah yang panjang dan lurus, biasanya pada ujung buah yang masih kecil digantungkan batu. Daun dari pare yang tumbuh liar, dinamakan daun tundung. Daun ini dikatakan lebih berkhasiat bila digunakan untuk pengobatan. Daun dan buahnya yang masih muda dimakan sebagai lalab mentah atau setelah dikukus terlebih dahulu, dimasak sebagai sayuran, tumis, sambal goreng, gado-gado, dan sebagainya. Tanaman ini juga dapat digunakan untuk membunuh serangga. Perbanyakan dengan biji.

Nama Lokal :
Paria, pare, pare pahit, pepareh (Jawa). Prieu, peria, foria,; Pepare, kambeh, paria (Sumatera). Paya, paria, truwuk, ; Paita, paliak, pariak, pania, pepule (Nusa tenggara). Poya, ; Pudu, pentu, paria belenggede, palia (Sulawesi). Papariane,; Pariane, papari, kakariano, taparipong, papariano, popare, pepare;

Penyakit Yang Dapat Diobati :
Batuk, radang tenggorokan, Sakit Mata merah, Demam, malaria.; Menambah napsu makan, kencing manis, Rhematik, Sariawan; Bisul, Abses, Demam, malaria, sakit lever, sembelit, cacingan;

BAGIAN YANG DIPAKAI: Buah, biji, bunga, daun dan akar.

KEGUNAAN:
Buah:
- Batuk, radang tenggorok (pharyngitis).
- Haus karena panas dalam.
- Mata sakit dan merah.
- Demam, malaria.
- Pingsan karena udara panas (heatstroke).
- Menambah napsu makan.
- kencing manis.
- Disentri.
- Rheumatism, rematik gout.
- Memperbanyak air susu (ASI).
- Datang haid sakit (dismenorrhoea).
- Sariawan.
- lnfeksi cacing gelang.

Bunga:
- Pencernaan terganggu

Daun:
- Cacingan.
- Luka, abses, bisul.
- Erysipelas.
- Terlambat haid.
- Sembelit, menambah napsu makan.
- Sakit lever.
- Demam.
- Melancarkan pengeluaran ASI.
- Sifilis, kencing nanah (Gonorrhea).
- Menyuburkan rambut pada anak balita.

Akar:
- Disentri amuba.
- Wasir.

Biji:
- Cacingan.
- Impotensi,
- Kanker.

PEMAKAIAN:
Untuk minum: 15-30 g di juice atau di rebus.
Pemakaian luar. Buah atau daun secukupnya digiling halus, untuk pemakaian setempat pada luka bakar, bisul, abses, eksim, digigit serangga, biang keringat (miliaria), melancarkan pengeluaran ASI, dan sebagainya.

CARA PEMAKAIAN:
1. Haus karena panas dalam, demam, heat stroke:
Satu buah pare mentah yang masih segar dicuci bersih, lalu dibelah.
Buang isinya, potong-potong secukupnya, lalu direbus dengan 3
gelas air bersih sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring,
minum.

2. Diabetes:
a. 200 g buah pare segar dicuci bersih lalu diblender. Tambahkan
air minum secukupnya, lalu diperas dengan sepotong kain sampai
terkumpul sebanyak 50 ml (seperempat gelas). Perasan
dihangatkan dengan api kecil selama 15-30 menit. Setelah dingin
diminum, lakukan setiap hari.

b. 200 g buah pare dicuci bersih lalu diiris tipis-tipis. Rebus dengan
3 gelas air bersih sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring,
minum, Lakukan setiap hari.

3. Disentri.
Buah pare segar dicuci lalu dibelah, isinya dibuang. Parut atau
dijuice, airnya diminum. Segera minum air matang. Satu kali minum
200 cc.

4. Disentri amuba, diare:
Ambil akar pare yang masih segar sebanyak 30 g. Dicuci bersih lalu
dipotong-potong seperlunya. Rebus dengan 3 gelas air sampai
tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, tambahkan gula pasir
secukupnya lalu diminum.

5. Cacingan pada anak:
a. Daun segar sebanyak 7 g, diseduh dengan 1/2 cangkir air panas.
Setelah dingin disaring, tambahkan 1 sendok teh madu. Aduk
sampai merata, minum sekaligus sebelum makan pagi.

b. Ambil dua sampai tiga biji pare. Giling sampai halus, aduk dengan
sedikit air masak. Minum, disusul dengan minum air hangat.
Ramuan ini untuk pengobatan infeksi cacing gelang.

6. Menyuburkan rambut yang tipis dan kemerahan:
a. Ambil segenggam daun pare, cuci bersih. Daun kemudian
ditumbuk sampai seperti bubur, tambahkan air 3/4 gelas. Ramuan
ini kemudian diembunkan semalaman. Pagi-pagi ramuan ini
disaring, airnya dipakai untuk membasuh kulit kepala.

b. Ambil daun pare yang masih segar secukupnya, lalu dicuci bersih.
Daun pare tadi ditumbuk sampai halus, lalu diperas dengan
sepotong kain. Airnya dipakai untuk melumas kulit kepala.
Lakukan setiap hari. Ramuan ini terutama digunakan untuk bayi
dan anak balita.

7. Bisul, abses:
Ambil segenggam daun pare, cuci bersih lalu direbus dengan 3 gelas
air bersih sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, minum.

8. Demam, malaria, sakit lever, sembelit, cacingan:
Segenggam penuh daun pare dicuci bersih, lalu ditumbuk halus.
Tambahkan 1 cangkir air matang, diaduk merata lalu disaring. Air
saringannya ditambahkan sedikit garam, lalu diminum pada pagi hari
sebelum makan.

9. Kencing nanah:
6 lembar daun pare, 2 jari akar jayanti, 2 jari kulit kemboja, 1 jari
rimpang temulawak, 3 jari gula enau, dicuci dan dipotong-potong
seperlunya. Rebus dengan 4 gelas

Komposisi :
SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGIS: Pahit, dingin, Anti radang. Masuk meridian jantung, hati dan paru. Buah: Peluruh dahak, pembersih darah, menambah napsu makan, penurun panas, penyegar badan. Bunga: Memacu enzim pencernaan. Daun: Peluruh haid, pencahar, perangsang muntah, penurun panas. KANDUNGAN KIMIA: Daun: Momordisin, momordin, karantin, asam trikosanik, resin, asam resinat, saponin, vitamin A dan C serta minyak lemak terdiri dari asam oleat, asam linoleat, asam stearat dan L.oleostearat. Buah: Karantin, hydroxytryptamine, vitamin A,B dan C. Biji: Momordisin.

Sumber : Sentra Informasi IPTEK
Read More..

Bitter melon ( Momordica charantia )

From Wikipedia, the free encyclopedia
Scientific classification
Kingdom: Plantae
Division: Magnoliophyta
Class: Magnoliopsida
Order: Cucurbitales
Family: Cucurbitaceae
Genus: Momordica
Species: M. charantia
Binomial name
Momordica charantia
Descourt.

Momordica charantia is a tropical and subtropical vine of the family Cucurbitaceae, widely grown for edible fruit, which is among the most bitter of all vegetables. English names for the plant and its fruit include bitter melon or bitter gourd (translated from Chinese: 苦瓜; pinyin: kǔguā)

The original home of the species is not known, other than that it is a native of the tropics. It is widely grown in South and Southeast Asia, China, Africa, and the Caribbean.


The herbaceous, tendril-bearing vine grows to 5 m. It bears simple, alternate leaves 4-12 cm across, with 3-7 deeply separated lobes. Each plant bears separate yellow male and female flowers.

The fruit has a distinct warty looking exterior and an oblong shape. It is hollow in cross-section, with a relatively thin layer of flesh surrounding a central seed cavity filled with large flat seeds and pith. Seeds and pith appear white in unripe fruits, ripening to red; they are not intensely bitter and can be removed before cooking. However, the pith will become sweet when the fruit is fully ripe, and the pith's color will turn red. The pith can be eaten uncooked in this state, but the flesh of the melon will be far too tough to be eaten anymore. Red and sweet bitter melon pith is a popular ingredient in some special southeast Asian style salad. The flesh is crunchy and watery in texture, similar to cucumber, chayote or green bell pepper. The skin is tender and edible. The fruit is most often eaten green. Although it can also be eaten when it has started to ripen and turn yellowish, it becomes more bitter as it ripens. The fully ripe fruit turns orange and mushy, is too bitter to eat, and splits into segments which curl back dramatically to expose seeds covered in bright red pulp.

Bitter melon comes in a variety of shapes and sizes. The typical Chinese phenotype is 20 to 30 cm long, oblong with bluntly tapering ends and pale green in color, with a gently undulating, warty surface. The bitter melon more typical of India has a narrower shape with pointed ends, and a surface covered with jagged, triangular "teeth" and ridges. Coloration is green or white. Between these two extremes are any number of intermediate forms. Some bear miniature fruit of only 6 - 10 cm in length, which may be served individually as stuffed vegetables. These miniature fruit are popular in Southeast Asia as well as India.

Culinary uses
A small green bitter melon (front) and a scoop of Okinawan gōyā chanpurū stirfry (back)Bitter gourd (boiled, drained, no salt)
Nutritional value per 100 g (3.5 oz)
Energy 20 kcal 80 kJ
Carbohydrates 4.32 g
- Sugars 1.95 g
- Dietary fiber 2.0 g
Fat 0.18 g
- saturated 0.014 g
- monounsaturated 0.033 g
- polyunsaturated 0.078 g
Protein 0.84 g
Water 93.95 g
Vitamin A equiv. 6 μg 1%
Thiamin (Vit. B1) 0.051 mg 4%
Riboflavin (Vit. B2) 0.053 mg 4%
Niacin (Vit. B3) 0.280 mg 2%
Vitamin B6 0.041 mg 3%
Folate (Vit. B9) 51 μg 13%
Vitamin B12 0 μg 0%
Vitamin C 33.0 mg 55%
Vitamin E 0.14 mg 1%
Vitamin K 4.8 μg 5%
Calcium 9 mg 1%
Iron 0.38 mg 3%
Magnesium 16 mg 4%
Phosphorus 36 mg 5%
Potassium 319 mg 7%
Sodium 6 mg 0%
Zinc 0.77 mg 8%

Percentages are relative to US
recommendations for adults.
Source: USDA Nutrient database
Bitter melons are seldom mixed with other vegetables due to the strong bitter taste, although this can be moderated to some extent by salting and then washing the cut melon before use.

Bitter melon is often used in Chinese cooking for its bitter flavor, typically in stir-fries (often with pork and douchi), soups, and also as tea.

It is also a popular vegetable in Indian and Pakistani cooking, where it is often prepared with potatoes and served with yogurt on the side to offset the bitterness, or used in sabji. Bitter melon is stuffed with spices and then fried in oil, which is very popular in Punjabi Cuisine. It a popular food in Tamil Nadu and referred as பாகற்காய் (Pagarkai) slangly called as Pavakkai பாவக்காய். Bitter Gourd is popular in the cuisine of South Indian state of Kerala. They use it for making a dish called thoran mixed with grated coconut, theeyal and pachadi. This is one common medicinal food for diabetics. In Karnataka, the term used for bitter gourd is

haagalakai (ಹಾಗಲಕಾಯಿ) and used in preparation of a delicacy called gojju (ಗೊಜ್ಜು). In Andhra Pradesh, it is called as " Kaakarakaaya " (కాకరకాయ). Popular recipes are curry, deep fry with pea nuts (ground nuts) , 'Pachi Pulusu' (కాకరకాయ పచ్చి పులుసు), a kind of soup made up of boiled Bitter Melon, fried onions and other spices.

Bitter melon is rarely used in mainland Japan, but is a significant component of Okinawan cuisine.

In Indonesia, bitter melon is prepared in various dishes, such as stir fry, cooked in coconut milk, or steamed.

In Vietnam, raw bitter melon slices consumed with dried meat floss and stuffed to make bitter melon soup with shrimp are popular dishes. Bitter melons stuffed with ground pork are served as a popular summer soup in the South.

It is prepared in various dishes in the Philippines, where it is known as Ampalaya. Ampalaya may also be stir-fried with ground beef and oyster sauce, or with eggs and diced tomato.

A very popular dish from the Ilocos region of the Philippines, pinakbet, consists mainly of bitter melons, eggplant, okra, string beans, tomatoes, lima beans, and other various regional vegetables stewed with a little bagoong-based stock.

The young shoots and leaves may also be eaten as greens; in the Philippines, where bitter melon leaves are commonly consumed, they are called dahon (leaves) ng ampalaya.

The seeds can also be eaten, and have a sweet taste; but are known to cause nausea.

In Nepal bitter melon is prepared in various ways. Most prepare it as fresh achar (a type of salsa). For this the bitter gourd is cut into cubes or slices and sautéed covered in little oil and a sprinkle of water. When it is softened and reduced, it is minced in a mortar with few cloves of garlic, salt and a red or green pepper. Another way is the sautéed version. In this, bitter gourd is cut in thin round slices or cubes and fried (sauteed) with much less oil and some salt, cumin and red chili. It is fried until the vegetable softens with hints of golden brown. It is even prepared as a curry on its own, or with potato; and made as stuffed vegetables.

In Pakistan bitter melon is available in the summertime, and is cooked with lots of onions.

A Malaysian-style bitter melon dish, cooked with sambal, onion, and red bird's-eye chili peppersA traditional way to cook bitter melon curry is to peel off the skin and cut into thin slices. It is salted and exposed to direct sunlight for few hours to reduce its bitterness. After a few hours, its salty, bitter water is reduced by squeezing out the excess by hand. Then it's rinsed with water a few times. Then fried in cooking oil, with onions also fried in another pan. When the onions have turned a little pink in color, the fried bitter melon is added to them. After some further frying of both the onions and bitter melon, red chili powder, turmeric powder, salt, coriander powder, and a pinch of cumin seeds are also added. A little water can be sprinkled while frying the spices to prevent burning. Then a good amount of tomato is added to the curry, with green chillies, according to taste. Now the pan is covered with a lid, heat reduced to minimum, the tomatoes reduce, and all the spices work their magic. The curry is stirred a few times (at intervals) during this covering period. After half an hour or so, the curry is ready to serve, with soft hot flatbreads (chappatis, چپاتی) and yogurt chutney.

Another dish in Pakistan calls for whole, unpeeled bitter melon to be boiled and then stuffed with cooked ground beef. In this dish, it is recommended that the bitter melon be left 'debittered'. It is either served with hot tandoori bread, naan, chappati, or with khichri (a mixture of lentils and rice).

Medicinal uses
Bitter melons have been used in various Asian traditional medicine systems for a long time [1]. Like most bitter-tasting foods, bitter melon stimulates digestion. While this can be helpful in people with sluggish digestion, dyspepsia, and constipation, it can sometimes make heartburn and ulcers worse. The fact that bitter melon is also a demulcent and at least mild inflammation modulator, however, means that it rarely does have these negative effects, based on clinical experience and traditional reports.

Though it has been claimed that bitter melon’s bitterness comes from quinine,[2] no evidence could be located supporting this claim. Bitter melon is traditionally regarded by Asians, as well as Panamanians and Colombians, as useful for preventing and treating malaria. Laboratory studies have confirmed that various species of bitter melon have anti-malarial activity, though human studies have not yet been published [3].

In Panama bitter melon is known as Balsamino. The pods are smaller and bright orange when ripe with very sweet red seeds, but only the leaves of the plant are brewed in hot water to create a tea to treat malaria and diabetes. The leaves are allowed to steep in hot water before being strained throughly so that only the remaining liquid is used for the tea.

Laboratory tests suggest that compounds in bitter melon might be effective for treating HIV infection [4]. As most compounds isolated from bitter melon that impact HIV have either been proteins or glycoproteins lectins), neither of which are well-absorbed, it is unlikely that oral intake of bitter melon will slow HIV in infected people. It is possible oral ingestion of bitter melon could offset negative effects of anti-HIV drugs, if a test tube study can be shown to be applicable to people [5]. In one preliminary clinical trial, an enema form of a bitter melon extract showed some benefits in people infected with HIV (Zhang 1992). Clearly more research is necessary before this could be recommended.

The other realm showing the most promise related to bitter melon is as an immunomodulator. One clinical trial found very limited evidence that bitter melon might improve immune cell function in people with cancer, but this needs to be verified and amplified in other research [6]. If proven correct this is another way bitter melon could help people infected with HIV.

Folk wisdom has it that ampalaya helps to prevent or counteract type-II diabetes. A recent scientific study at JIPMER, India has proved that ampalaya increases insulin sensitivity[7]. Regardless of its efficacy in this regard, it is sold in the Philippines as a food supplement and elixir for this purpose. Studies so far demonstrate improvement but not cure in some diabetic parameters.

Bitter Melon contains four very promising bioactive compounds.
These compounds activate a protein called AMPK, which is well known for regulating fuel metabolism and enabling glucose uptake, processes which are impaired in diabetics.

("We can now understand at a molecular level why bitter melon works as a treatment for diabetes," said David James, director of the diabetes and obesity program at the Garvan Institute of Medical Research in Sydney.

"By isolating the compounds we believe to be therapeutic, we can investigate how they work together in our cells.")

Various cautions are indicated. The seeds contains vicine and therefore can trigger symptoms of favism in susceptible individuals. In addition, the red arils of the seeds are reported to be toxic to children, and the fruit is contraindicated during pregnancy.

Names in other languages
Bitter melons being fried in Kaohsiung, Taiwan.Austronesian languages
Chavacano: amargozo
Ilocano: paria
Ibanag: apape`
Indonesian: pare
Malay and Indonesian: peria, pare, or parai
Tagalog: ampalaya
Bikol: marigoso
Dravidian languages

Kannada: hāgala kāyi
Malayalam: kaipakka, pavakkya
Tamil: பாகற்காய் pākaṛkāi, பாகற்காய் pavakka
Telugu: కాకర kākara
Tulu: kānchaal
Indic languages

Assamese: kerela
Bengali: করল্লা kôrolla
Bishnupriya Manipuri: কারল karol
Gujarati: કારેલું kāreluṃ
Hindi: करेला karelā
Konkani: kārate
Marathi: कारले kārle
Nepali: tito karela
Oriya: kalara
Punjabi: ਕਰੇਲਾ karelā
Sinhalese: karawila
Trinidad Hindi: karailī
Urdu کریلا karelā
Japonic languages

Japanese: nigauri (苦瓜, nigauri?), tsurureishi (蔓茘枝, tsurureishi?), usually gōya (ゴーヤ, gōya?)
Okinawan: gōyā
Sino-Tibetan languages

Mandarin: 苦瓜 (kǔ guā)
Taiwanese (Min-nan): khó͘-koe (苦瓜)
Burmese: kyethinkhathee
Other Indo-European languages

Danish: bitteragurk
Dutch: sopropo
French: margose
German: Balsambirne
Persian: کمبوزه komboze
Portuguese: melão-de-são-caetano
Spanish: carela or cundeamor
Other languages

Arabic: حَنضل hanzal
Haitian Creole: asosi
Jamaica: cerasee
Korean: 여주 yôju
Thai: มะระจีน marajin or มะระ mara
Trinidad and Tobago: caraili.
Turkish: kudret narı
Vietnamese: khổ qua (southern dialect), mướp đắng (northern dialect)
Yoruba: ejirin

Source : From Wikipedia, the free encyclopedia
Read More..

Jumat, 12 Desember 2008

Tanaman Obat Harus Masuk Kurikulum

JAKARTA, KAMIS — Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) meminta materi tentang pengenalan tanaman obat dan pengetahuan manfaat jamu dicantumkan dalam kurikulum wajib di lembaga pendidikan kesehatan.

"Kami mengharapkan melalui lembaga pendidikan yang dikelola Departemen Kesehatan, seperti Akademi Perawat, Akademi Kesehatan, dicantumkan kurikulum wajib tentang pengenalan tanaman obat sekaligus pengetahuan manfaat jamu," kata Ketua Umum GP Jamu DR Charles Saerang di Jakarta, Kamis (11/12).

Pernyataan itu disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional GP Jamu 2008 yang dihadiri sejumlah pejabat dan para pengusaha jamu dari seluruh Indonesia. Charles mengatakan, kurikulum wajib tersebut diharapkan pula diisi penjelasan tentang berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai instansi penelitian.

"Dengan begitu siswa atau mahasiswa di sekolah atau akademi tersebut dapat mengikuti perkembangan dunia usaha jamu," katanya.

Upaya itu juga perlu dilakukan untuk memperkenalkan produk-produk jamu yang berkhasiat dalam peningkatan kesehatan rakyat. "Kami menyadari perlunya sumber daya manusia yang andal khususnya di bidang kesehatan," ujarnya.

Hingga kini faktanya di lapangan belum banyak tenaga kesehatan yang mengenal khasiat tanaman obat, apalagi peran produk jamu bagi kesehatan masyarakat.

Sampai saat ini tercatat 30.000 jenis tumbuhan yang hidup di Indonesia dan hanya kurang dari 1.000 jenis yang diketahui berkhasiat sebagai obat. Dari 1.000 jenis itu hanya sekitar 300 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh industri jamu dan 50 spesies telah dibudidayakan secara komersial.

Charles menilai, fakta itu menjadi potensi tersendiri bagi Indonesia termasuk sumber daya manusia di Tanah Air untuk mengembangkan jamu sebagai salah satu produk unggulan bangsa.

Sumber : Kompas, Kamis, 11 Desember 2008
Read More..

Sehat dengan Sidaguri

Oleh Prof Hembing Wwijayakusuma

Tumbuhan Sidaguri merupakan habitus perdu dengan tinggi sekitar 0,1-2 meter. Tumbuh tegak dan banyak bercabang. Daunnya tunggal, berubah-ubah berbentuk bulat telur, memanjang dengan bentuk belah ketupat berbentuk lanset atau bulat telur terbalik. Tepinya bergerigi dengan ujung yang terpancung lebar, panjangnya antara 1,5-4 meter, lebar 1-1,5 cm.

Kandungan kimia sidaguri pada daunnya terdapat alkaloid, kalsium oksalat, tanin, saponin, fenol, asam amino, minyak terbang, zat philegmatic yang digunakan sebagai peluruh dahak. Batangnya mengandung tanin dan kalsium oksalat sementara akarnya mengandung kaloid, steroid dan efedrine.

Pada pemakaian luar, tanaman Sidaguri digunakan untuk mengobati TBC, kelenjar leher, kudis, bisul, bengkak karena tulang patah (letak tulang sudah diperbaiki): daun sidaguri segar dicuci dan dihaluskan lalu ditempelkan pada bagian yang sakit. Untuk mengobati bisul, gunakan akar sidaguri dicuci dan dihaluskan lalu diremas dengan air garam secukupnya, ditempelkan pada bisul lalu dibalut. Lakukan 2 kali sehari.

Bila mengalami luka berdarah, gunakan akar segar secukupnya ditumbuk halus lalu ditempelkan pada luka. Atau gunakan 10 lembar daun sidaguri, 10 lembar daun ketepeng cina dan 1 sendok makan kapur sirih, dilumatkan lalu digunakan untuk melumasi borok. Lakukan 1 kali sehari.

Bila menderita kulit gatal, gunakan daun Sidaguri segar secukupnya dicuci bersih lalu dihaluskan, tambahkan minyak kelapa, diaduk hingga rata dan diolesi pada kulit yang gatal. Lakukan secara teratur hingga sembuh. Untuk mengobati sakit gigi, gunakan 10 gram akar Sidaguri, 10 gram jahe, dihaluskan lalu digunakan untuk menambal gigi yang sakit. Lakukan 3 kali sehari.

Bila digigit serangga, gunakan 30 gram bunga Sidaguri dihaluskan lalu ditempelkan pada luka bekas gigitan dan dibalut. Lakukan 2 kali sehari.

Pada pemakaian dalam, tumbuhan Sidaguri dapat digunakan untuk mengobati rematik. Gunakan 60 gram Sidaguri direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, disaring lalu airnya diminum.

Bila mengalami gangguan pertumbuhan, dapat menggunakan 30 gram tumbuhan Sidaguri, 30 gram umbi daun dewa direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, disaring airnya diminum. Sidaguri juga dapat dipakai untuk mengobati asma. Caranya, ambil 60 gram akar Sidaguri dan 30 gram gula pasir direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, disaring lalu airnya diminum.

Untuk mengobati radang usus disentri, gunakan 30 gram Sidaguri, 30 gram daun sendok/ki urat dan 30 gram krokot, direbus dengan 800 cc hingga tersisa 400 cc, disaring airnya lalu diminum untuk 2 kali sehari. Bila menderita radang lambung, gunakan 20 gram akar Sidaguri, 10 gram jahe, direbus dengan 400 cc air hingga tersisa 200 cc disaring airnya lalu diminum.

Untuk mengobati radang kelenjar payudara, gunakan 30 gram tumbuhan Sidaguri, 30 gram jombang direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, disaring dan diminum airnya hangat-hangat. Mengobati muntah darah dengan menggunakan 60 gram tumbuhan Sidaguri, 30 gram akar alang-alang dan 100 gram daging sapi, ditim dengan air secukupnya hingga daging matang lalu dagingnya dimakan, airnya diminum.

Bila menderita sakit kuning, dapat menggunakan 30 gram Sidaguri dan 10 gram akar kacapiring direbus dengan 800 cc air hingga tersisa 400 cc, disaring lalu airnya diminum.

Menghilangkan cacing kremi dengan 15 gram Sidaguri, 15 gram daun pare, 1 buah mengkudu, dicuci dan dihaluskan lalu tambahkan 200 cc air masak dan sedikit garam, diperas dan diminum airnya. Lakukan 1 kali sehari. Untuk mengobati bisul, gunakan 30-60 gram akar berikut batang Sidaguri dan 30 gram gula merah ditim dengan air masak secukupnya, lalu diminum.
Catatan: Setiap pemakaian dilakukan secara teratur sesuai anjuran. Untuk penyakit yang serius disarankan tetap konsultasikan ke dokter.

[ Prof HM Hembing Wijayakusuma, ahli pengobatan trasidional dan akupunktur, Ketua Umum Perhimpunan Pengobat Tradisional & Akupunktur se-Indonesia (Hiptri) ]
Sumber :Suara Karya Minggu, 27 November 2005
Read More..

Rabu, 10 Desember 2008

Sida rhombifolia

Scientific classification
Kingdom: Plantae
(unranked): Angiosperms
(unranked): Eudicots
(unranked): Rosids
Order: Malvales
Family: Malvaceae
Genus: Sida
Species: S. rhombifolia

Binomial name
Sida rhombifolia L.
Sida rhombifolia (Arrowleaf Sida) is a perennial or sometimes annual plant in the Family Malvaceae, native to the New World tropics and subtropics. Other common names include Paddy’s Lucerne, Jelly leaf, and also somewhat confusingly as Cuban jute, Queensland hemp, and Indian hemp (although S. rhombifolia is not related to either Jute or Hemp). Synonyms include Malva rhombifolia.

The stems are erect to sprawling and branched, growing 50-120 cm in height, with the lower sections being woody. The dark green, diamond-shaped leaves are arranged alternately along the stem, 4-8 cm long, with petioles that are less than a third of the length of the leaves. They are paler below, with short, grayish hairs. The apical half of the leaves have toothed or serrated margins while the remainder of the leaves are entire (untoothed). The petioles have small spines (stipules) at their bases.

The moderately delicate flowers occur singly on flower stalks (peduncles) that arise from the area between the stems and leaf petioles. They consist of five petals that are 4 to 8 mm long, creamy to orange-yellow in color, and may be somewhat reddish in the center. Each of the five overlapping petals are asymmetric, having a long lobe on one side. The stamens unite in a short column. The fruit is a ribbed capsule, which breaks up into 8-10 segments. The plant blooms throughout the year.

Usually confined to waste ground, such as roadsides and rocky areas, stock camps or rabbit warrens, but can be competitive in pasture, due to its unpalatability to livestock.

References
Tveten, Gloria and Tveten, John. Wildflowers of Houston & Southeast Texas. University of Texas Press, Austin (1993). ISBN 0-292-78151-2
Virginia Tech Weed Identification Guide
From Wikipedia, the free encyclopedia
GNU Free Documentation License, Version 1.2

Photo taken by DanielCD in June 2005 near Houston, Texas (USA).

Read More..

Selasa, 09 Desember 2008

Keputihan

Keputihan adalah keluarnya cairan berwarna putih agak kental dan berbau tidak sedap melalui liang vagina. Cairan ini menyebabkan rasa gatal.

Bahan :
Bunga kenanga 30 gram
Kulit delima kering 30 gram
Air 600 cc

Pemakaian :
Semua bahan direbus dalam 600 cc air hingga tersisa 300 cc. Setelah dingin, airnya disaring dan diminum sekaligus. Lakukan 2 - 3 kali sehari.

Selain resep tersebut, dapat pula memakai tongkat gurah vagina (TGV). yg juga telah terbukti sangat berkhasiat untuk mengobati keputihan, bahkan mempunyai efek lainnya. Sudah banyak kesaksian dari banyak wanita, silakan baca Reviewnya di sini.
Read More..

Infeksi Vagina

Inveksi vagina terjadi akibat iritasi penggunaan sabun maupun pewangi. Gejalanya berupa rasa gatal dan sakit di vagina serta sekitar vulva (mulut kemaluan). Pendegahannya dengan menghindari pemakaian semprotan dan pewangi vagina. Perlu diketahui bahwa dinding vagina akan dibersihkan sendiri oleh cairan vagina tubuh.

Bahan :
Akar kembang pukul empat kering 9 - 15 gram
atau akar kembang pukul empat segar 15 - 30 gram
Air 500 ml.

Pemakaian :
Rebus akar kembang pukul empat kering atau segar dalam 500 ml air hingga tersisa 250 ml. Minum air rebusannya sekaligus, 1 x sehari.
Read More..

APHRODISIAK

Aphrodisiak atau obat kuat laki-laki adlah ramuan yang digunakan untuk meningkatkan gairah seks laki-laki.

Bahan : Daun jinten 7 lembar
Pemakaian : Daun jenten dicuci bersih, kemudian dimakan sebagai lalap. Lakukan hal ini secara teratur.


Bahan :
Jahe 10 gram
Temulawak 10 gram
Lempuyang wangi 10 gram
Ketumbar 5 gram
Air mendidih 100 cc
Madu 1 sendok makan

Pemakaian :
Tumbuk halus jahe, lempuyang wangi, ketumbar. Selanjutnya diseduh dengan air mendidih 100 cc dan tambahkan 1 sendok makan madu. Airnya diminum sekaligus selagi hangat pada malam hari.


Bahan :
Biji daun sendok 3 sendok makan
Madu 3 sendok makan

Pemakaian :
Cuci biji daun sendok hingga bersih, kemudian giling hingga halus. Tambahkan 3 sendok makan madu. Minum ramuannya sekaligus.


Bahan :
Jahe secukupnya
Air 2 gelas

Pemakaian :
Rebus jahe dalam 2 gelas air hingga tersisa setengahnya. setelah dingin, air rebusannya diminum.


Untuk kejantanan, dapat pula anda konsumsi herbal sbb:
Propolis Hi Red : 3 tetes 2 x sehari, dan oleskan juga pada alat vital sebelum melakukan hubungan suami istri.
Black Cumin / Habbatus sauda : 3 kapsul, 2 x sehari.
Read More..

Sidaguri

Sidaguri
(Sida rhombifolia L.)
Sinonim :
S. alnifolia Lour., S. phillippica DC., S. retusa L., S. semicrenata Link., S. spinosa L.

Familia :
Malvaceae

Uraian :
Sidaguri tumbuh liar di tepi jalan, halaman berrumput, hutan, ladang, dan tempat-tempat dengan sinar matahari cerah atau sedikit terlindung. Tanaman ini tersebar pada daerah tropis di seluruh dunia dari dataran rendah sampai 1.450 m dpl. Perdu tegak bercabang ini tingginya dapat mencapai 2 m dengan cabang kecil berambut rapat. Daun tunggal, letak berseling, bentuknya bulat telur atau lanset, tepi bergerigi, ujung runcing, pertulangan menyirip, bagian bawah berambut pendek warnanya abu-abu, panjang 1,5-4 cm, lebar 1--1,5 cm. Bunga tunggal berwarna kuning cerah yang keluar dari ketiak daun, mekar sekitar pukul 12 siang dan layu sekitar tiga jam kemudian. Buah dengan 8--10 kendaga, diameter 6--7 mm. Akar dan kulit sidaguri kuat, dipakai untuk pembuatan tali. Perbanyakan dengan biji atau setek batang.

Nama Lokal :
NAMA DAERAH Sumatera: guri, sidaguri, saliguri. Jawa: sadagori, sidaguri, otok-otok, taghuri, sidagori. Nusa Tenggara: kahindu, dikira. Maluku: hutu gamo, bitumu, digo, sosapu. NAMA ASING Huang hua mu (C), walis-walisan (Ph), sida hemp, yellow barleria (I). NAMA SIMPLISIA Sidae rhombifoliae Herba (herba sidaguri), Sidae rhombifoliae radix (akar sidaguri).

Penyakit Yang Dapat Diobati :
Herba sidaguri rasanya manis, pedas, sifatnya sejuk, masuk meridian jantung, hati, paru-paru, usus besar, dan usus kecil. Sidaguri berkhasiat antiradang, penghilang nyeri (analgesik), peluruh kencing (diuretik), peluruh haid, dan pelembut kulit. Akar rasanya manis, tawar, sifatnya sejuk. Merangsang enzim pencernaan, mempercepat pematangan bisul, antiradang, dan abortivum.
BAGIAN YANG DIGUNAKAN
Seluruh tumbuhan di atas tanah (herba) dan akar dapat digunakan sebagai obat. Bisa digunakan segar atau yang telah dikeringkan.

Herba digunakan untuk mengatasi:
Influenza, demam, radang amandel (tonsilitis), difteri,
TBC kelenjar (scrofuloderma),
radang usus (enteritis), disentri,
sakit kuning (jaundice),
malaria,
batu saluran kencing,
sakit lambung,
wasir berdarah, muntah darah,
terlambat haid, dan
cacingan.

Akar digunakan untuk mengatasi:
influenza, sesak napas (asma bronkhiale),
disentri,
sakit kuning,
rematik gout,
sakit gigi, sariawan,
digigit serangga berbisa,
kurang nafsu makan,
susah buang air besar (sembelit),
terlambat haid, dan
bisul yang tak kunjung sembuh.

Bunga digunakan untuk obat luar pada:
gigitan serangga.

CARA PEMAKAIAN
Rebus herba kering (15--30 g) atau herba segar (30--60 g), lalu minum airnya. Jika menggunakan akar, dosisnya 10-15 g, atau menggunakan takaran besar sebanyak 30--60 g, rebus, Ialu minum airnya.

Untuk pemakaian luar, tempelkan herba segar atau akar yang telah digiling halus ke bagian tubuh yang sakit, seperti bisul, koreng, TBC kelenjar, gigitan ular. Selain itu, bisa juga direbus, gunakan airnya untuk mencuci ekzema pada kantung buah zakar atau untuk mandi pada cacar air.

CONTOH PEMAKAIAN
Rematik
Rebus herba sidaguri kering (30 g) dengan tiga getas air sampai tersisa satu gelas. Setelah dingin, saring dan,minum sehari dua kali, masing-masing setengah gelas.
Cuci akar sidaguri kering (30 g), lalu iris tipistipis. Rebus dengan tiga gelas air sampai tersisa satu gelas. Setelah dingin, saring dan minum sehari dua kali, masing-masing setengah gelas.

Bisul kronis
Untuk obat yang diminum, iris tipis batang dan akar sidaguri kering (60 g). Tambahkan gula merah (30 g) dan air matang secukupnya sampai simplisia terendam seluruhnya, lalu tim. Setelah dingin, minum airnya sekaligus.

Untuk obat luar, cuci lima jari akar sidaguri, lalu tumbuk halus. Tambahkan air garam secukupnya sambil diremas. Gunakan ramuan ini untuk menurap bisul, lalu balut. Lakukan dua kali sehari.

Ekzema
Cuci herba sidaguri segar (60 g), lalu potong-potong seperlunya. Masukkan ke dalam mangkuk, tambahkan air masak sampai terendam seturuhnya dan tim. Setelah dingin, minum airnya.

Kulit gatal, kurap pada kepala
Cuci daun sidaguri segar secukupnya, lalu tumbuk halus. Tambahkan minyak kelapa, lalu aduk sampai merata. Oleskan pada kulit yang gatal atau kurap. Ulang sehari tiga kali, sampai sembuh.

TBC kelenjar
Untuk obat yang diminum, cud herba sidaguri segar (60 g), lalu potong-potong seperlunya. Tambahkan daging (60 g), lalu tim. Setelah dingin, minum airnya dan dagingnya dimakan. Untuk obat luar, giling daun segar sampai halus, lalu tempelkan pada kelenjar limfe yang membesar.

Terlambat haid
Cuci akar sidaguri (30 g), lalu cincang halus. Tambahkan daging (30 g), lalu rebus. Setelah dingin, minum airnya dan makan dagingnya. Lakukan selama beberapa hari.

Cacing keremi
Cuci daun sidaguri segar (setengah genggam), lalu giling sampai halus. Tambahkan tiga perempat cangkir air matang dan sedikit garam, lalu peras dengan kain. Minum air saringannya sekaligus. Lakukan dua kali sehari.

Sesak napas (asma)
Potong tipis akar sidaguri (60 g), tambahkan gula pasir (30 g), lalu rebus dengan tiga gelas air sampai tersisa satu gelas. Setelah dingin, saring dan minum sehari dua kali, masing-masing setengah gelas.

Perut mulas
Kunyah akar sidaguri dan jahe secukupnya, lalu telan airnya. .

Sakit gigi
Kunyah akar sidaguri secukupnya dengan gigi yang sakit.

Luka berdarah
Cuci akar sidaguri segar secukupnya, lalu tumbuk sampai halus. Tempelkan pada luka yang berdarah, lalu balut.

Catatan
Perempuan hamil dilarang menggunakan tumbuhan obat ini.

Komposisi :
Daun mengandung alkaloid, kalsium oksalat, tanin, saponin, fenol, asam amino, dan minyak asiri. Banyak mengandung zat phlegmatik yang digunakan sebagai peluruh dahak (ekspektoran) dan pelumas (lubricant). Batang mengandung kalsium oksalat dan tanin. Akar mengandung alkaloid, steroid, dan efedrine.

sumber : http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?mnu=2&id=253
Catatan : menurut pengalaman herbalis, tanaman Sidaguri juga dapat menyembuhkan penyakit asam urat
Read More..

Senin, 08 Desember 2008

Buncis sebagai Tanaman Obat Diabetes

(Phaseolus vulgaris L.)
Sinonim :
--

Familia :
Papilionaceae (Leguminosae).

Uraian :
Semak tegak atau membelit, parrjang 0,3-3 m. Daun penumpu tetap melekat lama. Anak daun bulat telur, dengan pangkal membulat, meruncing, kedua belah sisi berambut, 5-13 kali 4-9 cm. Tandan bunga duduk di ketiak, dengan 1-2 pasangan bunga. Tangkai tandan masif, setinggi-tingginya 6 cm, kerapkali Iebih pendek. Anak daun pelindung di bawah kelopak panjang 3-9 mm. Kelopak tinggi 5-8 mm, gigi yang teratas sangat pendek. Mahkota hampir selalu putih, menjadi kuning, kadang-kadang ungu; bendera pada pangkalrrya dengan 2 telinga; lunas memutar kurang dari 2 kali; sayap berkuku panjang. Benang sari bendera Iepas, lainnya bersatu. Tangkai putik dekat ujung berjanggut. Polongan sangat berubah bentuk dan ukuran. Biji putih, kuning, merah, lila, coklat atau hitam. Keping biji dari tanaman kecambah muncul di atas tanah. Dari Amerika; banyak ditanam. Catatan: Biji dan buah dijumpai dalam banyak variasi dan diperdagangkan dengan nama yang sangat berbeda sebagai sayuran, buncis coklat dan putih, buncis spercie dan snijbonen, buncis peluru dan kievitsbonen, dsb. Bagian yang Digunakan Buah dan Biji.

Nama Lokal :
NAMA SIMPLISIA Phaseoli Semen, Fabarum Semen; Buncis. Phaseoli Fructus, Phaseoli Legumina; Buah Buncis, kacang Buncis

Penyakit Yang Dapat Diobati :
KHASIAT Diuretik.
KEGUNAAN
Kencing manis.
Pelancar ASI.

RAMUAN DAN TAKARAN

Kencing Manis
Buah Buncis 250 gram, dikukus.
Dimakan sebagai lalap tiga kali sehari, tiap kali makan 250 gram.

Komposisi :
Alkaloid, flavonoida, saponin, triterpenoida, steroida, stigmasterin, trigonelin, arginin, asam amino, asparagin, kholina, tanin, fasin (toksalbumin), zat pati, vitamin dan mineral.

sumber : http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?mnu=2&id=279
Read More..

Kacang buncis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kacang buncis.Kacang buncis merupakan sejenis sayur kacang yang berbuah dan sangat kaya dengan kandungan protein. Ia dipercayai berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Kacang buncis atau nama saintifiknya adalah Phaseolus vulgaris mengandungi berbagai khasiat yang tidak terdapat pada tumbuhan sekelurga dengannya.

Kacang buncis tumbuh melilit, mempunyai akar tunjang dan sisi yang panjang dan memerlukan tiang untuk memanjat.

Sayur yang kaya dengan protein dan vitamin ini membantu menurunkan tekanan darah serta mengawal metabolisme gula dalam darah dan amat sesuai dimakan oleh mereka yang menghidapi penyakit kencing manis atau darah tinggi. Kacang ini dapat membantu mengatasi masalah mereka. Ini kerana ujian makmal telah menunjukkan kacang ini mengandung serat dan enzim yang dapat membantu menurunkan berat badan.


sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kacang_buncis
Photographer: wanko from Japan
Read More..

Mahkota Dewa

(Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.)
Sinonim :
P. papuana Warb. var. Wichnannii (Val.) Back.

Familia :
Thymelaeaceae

Uraian :
Mahkota dewa bisa ditemukan ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau di kebun-kebun sebagai tanaman peneduh. Asal tanaman mahkota dewa masih belum diketahui. Menilik nama botaninya Phaleria papuana, banyak orang yang memperkirakan tanaman ini populasi aslinya dari tanah Papua, Irian Jaya. Di sana memang bisa ditemukan tanaman ini. Tanaman obat Mahkota dewa tumbuh subur di tanah yang gembur dan subur pada ketinggian 10-1.200 m dpl. Perdu menahun ini tumbuh tegak dengan tinggi 1-2,5 m. Batangnya bulat, permukaannya kasar, warnanya cokelat, berkayu dan bergetah, percabangan simpodial. Daun tunggal, letaknya berhadapan, bertangkai pendek, bentuknya lanset atau jorong, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan licin, warnanya hijau tua, panjang 7-10 cm, lebar 2-5 cm. Bunga keluar sepanjang tahun, letaknya tersebar di batang atau ketiak daun, bentuk tabung, berukuran kecil, berwarna putih, dan harum. Buah bentuknya bulat, diameter 3-5 cm, permukaan licin, beralur, ketika muda warnanya hijau dan merah setelah masak. Daging buah berwarna putih, berserat, dan berair. Biji bulat, keras, berwarna cokelat. Berakar tunggang dan berwarna kuning kecokelatan. Perbanyakan dengan cangkok dan bijinya.

Nama Lokal :
NAMA DAERAH Simalakama (Melayu), makutadewa, makuto mewo, makuto ratu, makuto rojo (Jawa). NAMA ASING - NAMA SIMPLISIA Phaleriae Fructus (buah mahkota dewa).

Penyakit Yang Dapat Diobati :
SIFAT DAN KHASIAT Buah berkhasiat menghilangkan gatal (antipruritus) dan antikanker. Biji berracun. EFEK FARMAKOLOGIS DAN HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa bioaktivitas ekstrak buah mahkota dewa dengan metode BSLT yang dilanjutkan dengan uji penapisan antikanker in vitro terhadap sel leukemia 1210, menunjukkan toksisitas yang sangat tinggi dan potensial sebagai antikanker. Identifikasi senyawa kimia aktif dalam ekstrak buah mahkota dewa didapat senyawa lignan yang termasuk dalam golongan polifenol dan senyawa syringaresinol (Dra. Vivi Lisdawati MSi, Apt., tesis S-2 di FMIPA UL Suara Pembaruan, Rabu, 9 April 2003).

BAGIAN YANG DIGUNAKAN
Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah daun; daging dan kulit buahnya. Daun dan kulit buah bisa digunakan segar atau yang telah dikeringkan, sedangkan daging buah digunakan setelah dikeringkan.

INDIKASI
Kulit buah dan daging buah digunakan untuk:
- disentri,
- psoriasis, dan jerawat.

Daun dan biji digunakan untuk pengobatan:
- penyakit kulit, seperti ekzim dan gatal-gatal.

CARA PEMAKAIAN
Belum diketahui dosis efektif yang aman dan bermanfaat. Untuk obat yang diminum, gunakan beberapa irisan buah kering (tanpa biji). Selama beberapa hari baru dosis ditingkatkan sedikit demi sedikit, sampai dirasakan manfaatnya. Untuk penyakit berat, seperti kanker dan psoriasis, dosis pemakaian kadang harus lebih besar agar mendapat manfaat perbaikan. Perhatikan efek samping yang timbul.

Disentri
Rebus kulit buah mahkota dewa yang sudah dikeringkan (15 g) dengan dua gelas air sampai mendidih selama 15 menit. Setelah dingin, saring clan minum airnya sekaligus. Lakukan 2--3 kali dalam sehari.

Psoriasis
Belah buah mahkota dewa segar (tiga buah), bijinya dibuang, lalu iris tipis-tipis dan jemur sampai kering. Rebus simplisia ini dengan satu liter air dengan api besar. Setelah mendidih, kecilkan api dan rebus sampai airnya tersisa seperempatnya. Setelah dingin, saring dan minum airnya sehari dua kali, masing-masing separuhnya. Jika timbul gejala keracunan, turunkan dosis atau hentikan penggunaannya.

Eksim, gatal-gatal
Cuci daun mahkota dewa segar secukupnya, lalu giling sampai halus. Tempelkan pada bagian yang sakit, lalu balut. Ganti 2--3 kali dalam sehari.

Catatan:
Penggunaan tanaman obat harus berdasarkan asas manfaat dan keamanan. Jika bermanfaat untuk penyembuhan penyakit, tetapi tidak aman karena beracun, harus dipikirkan kemungkinan timbulnya keracunan akut maupun keracunan kronis yang mungkin terjadi.

Bagian buah, terutama bijinya berracun. Jika buah segar dimakan langsung, bisa menyebabkan bengkak di mulut, sariawan, mabuk, kejang, sampai pingsan.
Menggunakan dengan dosis berlebihan dalam waktu lama bisa menimbulkan efek samping, seperti sakit kepala kronis.

Ibu hamil dilarang minum tanaman obat ini.
Sumber : http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=238
Read More..

Minggu, 07 Desember 2008

Mahkota Dewa : Tanaman Penakluk Kanker

Intisari, 2003

Dunia tanaman obat kini kedatangan pendatang baru yang lumayan hebat. Mahkota dewa namanya. Ia bisa membuat penderita penyakit ringan macam gatal-gatal, pegal-pegal, atau flu, hingga penyakit berat seperti kanker dan diabetes,merasakan kesembuhan.

Mengetahui khasiat tumbuhan satu ini, mungkin Anda segera berminat menanamnya. Betapa tidak. Tanaman obat ini ternyata punya khasiat luar biasa. Ia bisa menyembuhkan gangguan kesehatan dari yang ecek-ecek hingga yang nyaris tak ada harapan sembuh. Kalau cuma pegal-pegal, sehari dua hari bakal hilang. Flu? Wah, itu tugas yang juga bisa dibereskan dalam sehari dua hari. Diabetes pun bakal takluk dalam beberapa bulan.

Bagaimana dengan kanker? Meski butuh waktu bulanan, tanaman ini pun sanggup melawannya sampai titik darah penghabisan. Paling tidak itu berdasarkan pengalaman empiris banyak orang, termasuk yang merasa sembuh dari penyakit pada organ hati atau jantung, hipertensi, rematik, serta asam urat.

Untuk mengolahnya jadi obat pun sangat gampang. Cuma dengan menyeduh teh racik terbuat dari kulit dan daging buah, cangkang buah, atau daunnya, bahan obat alami ini pun siap dipakai. Kalau enggak menghendaki rasa pahitnya, kita bisa sedikit bersusah payah mengolahnya menjadi ramuan instan. Rasanya ditanggung lebih sedap tanpa mengurangi khasiat.

Itulah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Tanaman yang kabarnya berasal dari daratan Papua ini di Jawa Tengah dan Yogyakarta dijuluki makuto dewo, makuto rojo, atau makuto ratu. Orang Banten menyebutnya raja obat, karena khasiatnya bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Sementara, orang-orang dari etnik Cina menamainya pau yang artinya obat pusaka.

Dari alergi hingga kanker
Sebagian orang mungkin pernah sekadar melihatnya, sebagian lagi mendengar namanya pun tidak pernah. Wajar bila selama ini sangat sedikit orang tahu mahkota dewa. Apalagi khasiatnya. Bahkan, di banyak lembaga penelitian yang menangani tumbuhan berkhasiat obat belum ditemukan hasil penelitiannya. Sampai saat ini, setidaknya baru dr. Regina Sumastuti dari Jurusan Farmakologi, Universitas Gadjah Mada yang telah menelitinya. Itu pun masih terbatas pada pengujian terhadap efek antihistamin atau antialergi. Padahal, kalangan keraton Solo dan Yogyakarta telah lama mengenalnya dan memanfaatkannya sebagai tanaman obat. Beruntung, lama-lama manfaat luar biasa ini bocor ke kalangan awam.

Sekarang, tanaman ini seakan turun dari langit sebagai dewa penyelamat orang sakit. Berbagai kesaksian dikemukakan mereka yang telah merasakan khasiatnya. Dalam buku Mahkota Dewa Obat Pusaka Para Dewa karya Ning Harmanto, ketua Kerukunan Wanita Tani Bunga Lily, yang menekuni pengobatan dengan mahkota dewa, ada 26 orang yang mengakui keampuhannya atau ditulis berhasil sembuh dari sakitnya berkat mahkota dewa.

Di antara mereka adalah Tuti Ariestyani Winata, yang setelah menjalani operasi pengangkatan kista di rahim, mengalami kemunduran kondisi tubuh. Badannya kurus, perutnya membuncit seperti sedang hamil tua, jari-jari kakinya menggemuk, tekanan darahnya naik-turun, dan Hb-nya sangat rendah.

Beberapa dokter yang dikunjunginya memberikan diagnosis berbeda. Ada yang mendiagnosisnya menderita kanker hati, sirosis hati, dan ada pula yang menyatakan dia menderita hepatitis kronis. Tak kunjung memperoleh kepastian penyakit yang dideritanya, atas saran Ning, Tuti akhirnya mengonsumsi air rebusan daging buah mahkota dewa. Setelah enam bulan, Tuti merasa sembuh dan kondisi tubuhnya membaik kembali.

Selain Tuti, Diana yang berdomisili di Bekasi menyatakan berhasil sembuh dari penyakit kanker di payudara kanannya setelah menjalani operasi dua kali lagi untuk membersihkan kanker di payudara kirinya. Anna Winata di Bogor dan Retno di Bekasi juga merasakan sehat kembali dari sakit kanker rahim berkat mahkota dewa. Ny. Parlan di Balikpapan pun berhasil menormalkan kadar gula darahnya berkat tumbuhan obat ini. Masih banyak lagi contoh keberhasilan yang lain. Sayangnya, yang tidak berhasil tidak pernah terungkap, sehingga tidak bisa diketahui penyakit apa yang tidak mampu dilawan tanaman berbuah merah menyala ini.

Selama ini daun dan buah mahkota dewa dimanfaatkan masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa, sebagai obat penyakit kulit, gatal-gatal, dan eksim. Penyakit tersebut ditandai dengan gejala gatal-gatal, pertanda adanya alergi terhadap agen tertentu yang mendorong sel-sel tubuh mengeluarkan histamin.

Soal kemampuan melawan penyakit kulit ini Sumastuti sudah membuktikannya. Dari penelitian secara in vitro menggunakan usus halus marmot, diketahui, memang benar daun dan buah mahkota dewa mempunyai efek antihistamin. Artinya, tanaman tersebut secara ilmiah bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya sebagai obat gatal-gatal akibat gigitan serangga atau ulat bulu, eksim, dan penyakit lain akibat alergi.

Penelitian lain masih kita tunggu untuk membuktikan khasiat luar biasa seperti yang dirasakan beberapa orang di atas. Namun, cerita dari mulut ke mulut rupanya sudah membuat orang, terutama yang sakit berat dan umumnya hampir putus harapan, percaya. Maka, orang pun mulai beramai-ramai mencari bagian berkhasiat mahkota dewa. Tak sedikit yang mencoba menanamnya di pekarangan rumah. Bahkan, ada yang melihat wabah ini sebagai peluang usaha untuk membudidayakan dan mengolahnya menjadi produk ramuan obat tradisional atau jamu dengan berbagai bentuk.

Dijadikan teh
Menanam mahkota dewa memang bukan perkara sulit. Tumbuhan, yang bisa hidup baik pada ketinggian 10 - 1.000 m dpl., ini bisa ditanam dari biji atau hasil cangkokan. Meski penanamannya bisa di dalam pot atau langsung di tanah, pertumbuhannya akan lebih baik bila ditanam di tanah. Tanaman dari biji biasanya sudah berbuah pada umur 10 - 12 bulan. Yang berasal dari cangkokan, mestinya berbuah lebih cepat.

Buah inilah bagian yang paling banyak digunakan sebagai obat alami, di samping daun dan batang. Dari ketiga bagiannya, yakni kulit dan daging buah, cangkang (batok biji), serta biji, yang dimanfaatkan umumnya kulit dan daging buah serta cangkangnya. Buah muda berwarna hijau dan yang tua berwarna merah cerah.

Khasiat buah muda dan tua sama saja, jelas Ning. Sayang, senyawa apa yang terkandung dalam bagian-bagian buah, masih belum terungkap secara detil. Cuma, Hutapea dkk. (1999), seperti dikutip Sumastuti, menyatakan, dalam daun dan kulit buah makuto dewo terkandung senyawa saponin dan flavonoid, yang masing-masing memiliki efek antialergi dan antihistamin.

Ning menulis, dalam keadaan segar, kulit dan daging buah muda mahkota dewa terasa sepet-sepet pahit. Sedangkan yang sudah tua sepet-sepet agak manis. Jika dimakan segar akan menimbulkan bengkak di mulut, sariawan, mabuk, bahkan keracunan. Apa penyebabnya, belum diketahui dengan pasti. Karenanya, tidak dianjurkan untuk mengonsumsinya dalam keadaan segar.

Cangkangnya memiliki rasa sepet-sepet pahit, lebih pahit dari kulit dan daging buah. Bagian ini juga tidak dianjurkan untuk dikonsumsi langsung karena dapat mengakibatkan mabuk, pusing, bahkan pingsan. Namun, setelah diolah, bagian ini lebih mujarab ketimbang kulit dan daging buah. Ia dapat mengobati penyakit berat macam kanker payudara, kanker rahim, sakit paru-paru, dan sirosis hati.

Ada alasan mengapa biji mahkota dewa tidak dikonsumsi. �Bijinya sangat beracun. Kalau mengunyahnya, kita bisa muntah-muntah dan lidah mati rasa,� tambah Ning. Karenanya, bagian ini cuma digunakan sebagai obat luar untuk penyakit kulit.

Sudah tentu untuk menjadikan daging buah atau cangkangnya sebagai obat, perlu pengolahan terlebih dulu. Bisa dijadikan buah kering, teh racik, atau ramuan instan. Namun, yang sering dilakukan adalah dengan menjadikannya teh racik dan ramuan instan.

Bagian lain yang bisa dijadikan obat adalah batang dan daun. Menurut Ning dalam bukunya, batang mahkota dewa secara empiris bisa mengobati kanker tulang. Sedangkan daunnya bisa menyembuhkan lemah syahwat, disentri, alergi, dan tumor. Cara memanfaatkan daun adalah dengan merebus dan meminum airnya.

Jangan kaget. Begitu minum ramuan mahkota dewa, kita segera merasakan serangan kantuk. Efek ini normal. Efek lainnya adalah mabuk. Untuk menghilangkan efek ini dianjurkan untuk minum air lebih banyak. Untuk konsumsi selanjutnya, takaran mahkota dewa perlu dikurangi. Jika masih tetap mabuk, sebaiknya untuk sementara hentikan dulu. Di samping efek buruk tadi ternyata masih ada efek baik-nya. Psst … kadang-kadang kaum pria ada yang libidonya meningkat, bisik Ning.

Menurut Ning, dalam proses menyembuhkan penyakit dalam atau penyakit serius macam kanker rahim, setelah pasien mengonsumsi seduhan mahkota dewa badannya bisa merasakan panas-dingin, bahkan kadang kala mengeluarkan gumpalan darah berbau busuk. Ini merupakan proses pembersihan penyakit, tulis Ning.

Penggunaannya bisa dalam bentuk ramuan tunggal bisa pula ramuan campuran. Pencampuran dengan tumbuhan obat lain dimaksudkan untuk memperkuat khasiatnya dan menetralisir racun. Juga untuk mengurangi rasa tidak enaknya, tutur Ning, yang mengaku sering melayani resep yang ditulis beberapa dokter.

Upaya penyembuhan menggunakan ramuan mahkota dewa, menurut Ning, tidak bisa cepat membuahkan hasil. Pengobatannya perlu dilakukan beberapa kali. Bahkan untuk penyakit berat yang kronis perlu waktu lama. Yang perlu diperhatikan adalah takaran penggunaannya mesti tidak melebihi yang dianjurkan. Kalau takarannya berlebih, pengaruh yang tidak diinginkan bisa muncul.

Mesti diingat, wanita hamil muda dilarang mengonsumsi mahkota dewa. Seperti dikutip Ning, Sumastuti juga telah membuktikan mahkota dewa mampu berperan seperti oxytosin atau sintosinon yang dapat memacu kerja otot rahim sehingga memperlancar proses persalinan. Ini bisa membahayakan kehamilan yang masih muda.

Yang tak kalah penting, pesan Ning, dalam menggunakan ramuan mahkota dewa kita dianjurkan menyugesti atau menyakinkan diri bahwa ramuan ini manjur, berdoa untuk kesembuhan kita, dan tetap mengunjungi dokter untuk mengetahui perkembangan kesehatan kita.@ (I Gede Agung Yudana)

Sumber : http://www.mahkotadewa.com/Indo/info/artikel/intisari0102.htm
Katalog Produk & Harga
Read More..